Epistemologi Pendidikan

Posted by Counseling Students Association Minggu, 22 Agustus 2010 0 komentar

A. Latar Belakang
Berbicara masalah pendidikan, pada awalanya, islam mempunyai segala-galanya. Sejarah pernah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. pendidikan islam menjadi rujukan dari semua kalangan atas keberhasilannya dalam mencetak insan yang berpengetahuan, beretika dan mampu melakukan perubahan-perubahan besar dalam hidup ini. akan tetapi setelah abad ke-15 sampai saat ini, pendidikan islam telah mengalami kegagalan, kemerosotan dan tidak bisa mencetak manusia yang kreatif dan beretika. Salah satu contoh, banyak jebolan pesantren yang harus mendekam di penjara karena melakukan kejahatan. Itu artinya pendidikan islam tidak bisa atau kurang mampu memberikan solusi intelektual dan moral. Padahal salah satu tujuan pendidikan islam adalah memanuisiakan manusia dan mencetak manusia yang beretika.
Banyak factor yang menyebabkan pendidikan islam mengalami kemunduran yaitu: (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, (6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, (7). Mahalnya biaya pendidikan dan lain sebagainya, agar pendidikan Islam ke depan dapat bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan, maka harus dilakukan reformasi pendidikan Islam.
Sebagai agen peradaban dan perubahan sosial, pendidikan islam berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Keberadaannya diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif yang berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat islam, baik pada dataran intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses transformasi nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi dan modernisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan lewat pendidikan Islam tersebut mampu berperan aktif sebagai generator yang memiliki pawer pembebas dari tekanan dan himpitan keterbelakangan sosial budaya, kebodohan, ekonomi dan kemiskinan di tengah mobilitas sosial yang begitu cepat.
Sebagai insan akademis yang akan berkiprah di dunia kependidikan, inilah saatnya melakukan terobosan-terobosan baru dalam mendesain pendidikan islam. Untuk mendesain pendidikan islam agar bisa menajwab tantangan zaman, maka harus di lakukan perombakan ulang, dengan catatan, hal-hal yang masih bisa dan relevan dilakukan pada saat ini di lanjutkan dan yang tidak dicarikan terobosan baru dengan mengkaji sisi ontologis, epistemologis dan aksiologisnya dari pendidikan islam. 

B. Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi perluasan pembahasan, makalah ini hanya akan membahas masalah-masalah berikut:
1. Bagaimana Pendidikan islam ditinjau dari ontologi?
2. Bagaimana pendidikan islam ditinjau dari Epistemologi?
3. Bagaimana Pendidikan islam ditinjau dari Aksiologi?

LANDASAN TEORI

Dalam makalah ini, yang menjadi landasan teori adalah pengertian dari tiga pokok bahasan yaitu:
1. Ontologi merupakan penjelasan dari pertanyaan “apa”. Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan itu?
2. Epistomologi adalah cabang filasafat yang membahas persoalan berikut:
a. Apa sumber pengatahuan itu? Dari mana datangnya pengtahuan yang benar itu dan bagaimana cara mengatahuinya?
b. Apa sifat dasar pengatahuan itu?
c. Bagaimana kita dapat membedakan pengatahuan yang benar dan salah?
3. Akseologis adalah ilmu pengatahuan yang menyelidiki hakikat nilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut dengan kebenaran, kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan didalam menerapkan ilmu ke dalam praksis.
4. Pendidikan islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlaknya semua ajaran islam.
A. Pendidikan Islam ditinjau dari Ontologi
 Ontologi adalah bidang filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab-akibat . Pendidikan di lihat dari sisi ontologi adalah hakikat keberadaan pendidikan yang harus di ungkap guna memperoleh pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang yang bertugas dalam desain pendidikan. Tanpa mengetahui hakikat dari pendidikan itu, maka tidak akan di peroleh pendidikan yang mampu menjawab segala tantangan kehidupan utamanya yang berkaitan dengan esensi keberadaan manusia. Karena pada faktanya, proses pendidikan tidak bisa di pisahkan dengan manusia. 
 Kehidupan manusia ditentukan oleh asal mula dan tujuannya . Kaitannya dengan pendidikan adalah pendidikan harus bisa mengorek dan mengungkap asal-mula dan tujuan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini. pendidikan harus bisa memberikan pencerahan dan sekaligus gambaran tentang asal-mula dan tujuan manusia. Manusia yang masih belum bisa melihat asal-mula dan belum bisa merumuskan tujuannya, maka dengan pendidikan diharapkan mampu merumuskan dan sekaligus mengusahakan agar tujuan hidupnya tercapai.
 Pendidikan murni persoalan manusia yang objek dan subjeknya adalah manusia. Maka seharusnya dengan pendidikan manusia mampu mengembangkan potensinya. Potensi-potensi manusia sangat bermacm-macam, dari potensi kebaikan sampai dengan potensi yang akan menghancurkan dirinya. Yang menjadi pokok bahasan dalam filsafat pendidikan islam adalah potensi yang mana yang akan di kembangkan dalam pendidikan islam. Dan bagaimana pendidikan bisa menumbuh kembangkan potensi manusia.  
 Penyelenggaraan pendidikan Islam diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada: apa saja potensi yang dimiliki manusia? Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith terdapat istilah fitrah, samakah potensi dengan fitrah tersebut? Potensi dan atau fitrah apa dan dimana yang perlu mendapat prioritas pengembangan dalam pendidikan Islam? Apakah potensi dan atau fitrah itu merupakan pembawaan (faktor dasar) yang tidak akan mengalami perubahan, ataukah ia dapat berkembang melalui lingkungan atau faktor ajar ?
 Lebih luas lagi apa hakekat budaya yang perlu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya? Ataukah hanya ajaran dan nilai Islam sebagaimana terwujud dalam realitas sejarah umat Islam yang perlu diwariskan kepada generasi berikutnya? Inilah aspek ontologis yang perlu mendapat penegasan.
 Dengan pendekatan ontologis, diharapkan manusia bisa menyadari dengan mengetahui hakikat dirinya. Dari mana asal-usulnya dan mau kemana. Dengan menjawab kegelisahan itulah. Kita akan menemui titik puncak yang akan tidak bisa lagi di cari asal mulanya yakni Allah. Karena tidak mempunyai asal-mula, maka di sebut dengan causa prima. Sehingga kalau kita bisa mengetahui hakikat tentang diri kita maka kecerdasan spiritual akan tumbuh dalam diri kita.
 Secara ontologis, manusia dalam kaitannya dengan pendidikan menurut Suparlan Suhartono dalam bukunya filsafat pendidikan ada pada tiga tingkatan esensi; esensi abstrak pendidikan, esensi potensial pendidikan dan esensi konkret pendidikan. 
 Esensi abstrak pendidikan adalah hakikat kependidikan yang bersifat universal yang berlaku pada siapapun, dimanapun dan kapanpun manusia itu. Nilai universal dari pendidikan itu sendiri adalah pemanusian manusia. Dengan adanya orientasi itulah, maka pendidikan islam diharapkan mampu menumbuh-kembangkan potensi manusia secara berkesinambungan. Pada tingkatan inilah pendidikan cenderung menumbuh- kembangkan kecerdasan spiritual. 
 Esensi potensial pendidikan adalah esensi kebpendidikan yang di peruntukkan bagi manusia agar bisa berada dalam kepribadiaannya sebagai manusia, bukan makhluk yang lainnya . Kekreatifan dalam hal ini sangat di dukung oleh pendidikan. Maka sebagai aplikasi dari proses kemanusiaan. Maka pendidikan agar bisa membawa manusia ada pada potensinya, biasanya di kembangkanlah kecerdasan intelegensinya.
 Esensi konkret pendidikan adalah tingkatan pendidikan manusia yang akan mampu membuat setiap insan pendidikan berkesadaran utuh terhadap hakikat dirinya dan mampu membuat terobosan baru guna melangsungkan kehidupannya.

B. Pendidikan islam ditinjau dari Epistemologi
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Sedangkan objek dari epistemologi adalah Segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Setelah itu tujuan dari epistemology adalah bukanlah hal utama menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu. Dalam hal ini proses untuk memperoleh pengetahuan.
Reformasi epistemologi Islam dalam dunia pendidikan sangat penting dilakukan demi menghasilkan pendidikan bermutu dan yang mencerdaskan, terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini menyebabkan tradiri keilmuan menjadi beku dan mandek, sehingga pendidikan Islam sampai saat ini masih belum mampu menunjukkan perannya secara optimal.
Untuk mengatasi kelemahan dan problematika dalam pendidikan Islam tersebut harus dilakukan pembaruan-pembaruan (merekonstruksi pendidikan) secara komprehensif agar terwujud pendidikan Islam ideal yang mencerdaskan dan bermoral dengan cara merekonstruksi epistemologi pendidikan Islamnya. Epistemologi pendidikan Islam ini meliputi; pembahasan yang berkaitan dengan seluk-beluk pendidikan Islam, asal-usul, sumber, metode, sasaran pendidikan Islam. 
Pendekatan epistemologi membuka kesadaran dan pengertian siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan cara atau metode tertentu, sebab ia menyajikan proses pengetahuan di hadapan siswa dibandingkan hasilnya. Pendekatan epistemologi ini memberikan pemahaman dan keterampilan yang utuh dan tuntas. Seseorang yang mengetahui proses sesuatu kegiatan pasti mengetahui hasilnya. Sebaliknya, banyak yang mengetahui hasilnya tetapi tidak mengetahui prosesnya. Berbeda siswa yang hanya diberikan roti kemudian dia menikmatinya, dengan siswa yang diajak untuk membuat roti, kemudian menikmatinya. Tentunya pengetahuan siswa yang mengetahui proses pembuatan roti sampai menikmati itu lebih utuh, kokoh, dan berkesan. 
Karena epistemologi merupakan pendekatan yang berbasis proses, maka epistemologi melahirkan konsekuensi-konsekuensi logis, yaitu :
a. menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai, mengajarkan agama lewat bahasa ilmu pengetahuan, dan tidak mengajarkan sisi tradisional saja, tetapi sisi rasional.
b. Merubah pola pendidikan Islam indoktrinasi menjadi pola partisipatif antara guru dan murid. Pola ini memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir kritis, optimis, dinamis, inovatif, memberikan alasan-alasan yang logis, bahkan siswa dapat pula mengkritisi pendapat guru jika terdapat kesalahan. Intinya, pendekatan epistemologi ini menuntut pada guru dan siswa untuk sama-sama aktif dalam proses belajar mengajar. 
c. Merubah paradigma idiologis menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu Allah SWT. Sebab, paradigma idiologis ini -karena otoritasnya-dapat mengikat kebebasan tradisi ilmiah, kreatif, terbuka, dan dinamis .
d. Konsekuensi yang lain adalah merubah pendekatan dari pendekatan teoritis atau konseptual pada pendekatan kontekstual atau aplikatif.

C. Pendidikan islam ditinjau dari Aksiologi
Dalam bidang aksiologi, masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk misi utama memperbaiki dan menyempurnakan kemuliaan dan kebaikan akhlak umat manusia.
Disamping itu pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas dari sistem nilai tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, karena keindahan merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap ciptaan Allah. Tuhan sendiri Maha Indah dan menyukai keindahan.
Disamping itu pendidikan Islam sebagai fenomena kehidupan sosial, kulturan dan seni tidak dapat lepas dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur seni, terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah.
Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral.
Itu sebabnya pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris yang syarat nilai dan interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat manusiawi. Untuk mencapai tingkat manusiawi itulah pada intinya pendidikan bergerak menjadi agen pembebasan dari kebodohan untuk mewujutkan nilai peradaban manusiawi.
Intinya, dengan menggunakan pendekatan aksiologis, pendidikan islam di harapkan mampu memberikan nilai dalam kehidupan baik nilai moral ataupun nilai intelektual. Dengan begitu, para insane pendidikan islam akan mampu menjawab pertanyaan dasar dari aksiologi, yaitu “what for” untuk apa pendidikan islam dikembangkan dan harus memberikan nilai yang seperti apa pendidikan islam jika di aplikasikan dalam kehidupan ini.

A. Kesimpulan
a. Pendidikan di lihat dari sisi ontologi adalah hakikat keberadaan pendidikan yang harus di ungkap guna memperoleh pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang yang bertugas dalam desain pendidikan. Tanpa mengetahui hakikat dari pendidikan itu, maka tidak akan di peroleh pendidikan yang mampu menjawab segala tantangan kehidupan utamanya yang berkaitan dengan esensi keberadaan manusia.
b. Epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Sedangkan objek dari epistemologi adalah Segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Setelah itu tujuan dari epistemology adalah bukanlah hal utama menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu. Dalam hal ini proses untuk memperoleh pengetahuan.
c. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahsas masalah-masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Kattsoff, Louis O. 2006. Pengantar Filsafat. Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya.
Zainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka.














[...]

Pendidikan dan Perkembangan Anak

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

 “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah ”. (GBHN Bab IV bagian pendidikan)

Membahas pendidikan manusia seutuhnya, sebenarnya adalah menganalisis secara konsepsional apa dan bagaimana perwujudan manusia seutuhnya itu. Konsepsi tradisional, seutuhnya (kebulatan) ialah kebulatan atau integritas antara aspek jasmaniah dan rohaniah; antara akal dan keterampilan. Atau lebih luas sedikit yakni konsepsi kebulatan (keseimbangan) antara tiga H: head (akal), heart (hati nurani) dan hand (keterampilan). Dari komponen itulah yang akan menentukan perkembangan anak dalam hidupnya.
Tentang perkembangan anak, para pakar berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa anak dalam perkembangannya itu dipengaruhi oleh factor dari dalam, yaitu factor yang telah di bawah sejak lahir (Schopen Houwer dan Jean Jaques Rousseau). Tetapi para pakar yang lain, mengatakan bahwa perekembangan itu dipengaruhi oleh factor luar (John Locke). Beliau mengatakan bahwa anak yang baru lahir bagaikan kertas putih yang kosong dan dikenal dengan tabularasa. Hal senada juga terungkap dalam hadits yang artinya “setiap manusia itu dilahirkan dengan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya majusi dan nasrani ”. 
Dari kedua pendapat itu, saya kira, sama-sama menentukan dalam perkembangan anak. Tetapi walaupun demikian masih kita temui banyak anak yang cenderung tumbuh dengan dominasi factor dalam saja atau sebaliknya. Hal itu terjadi karena proses pendidikannya kurang tepat. Sehingga ada ahli yang mengatakan “you can take boy out off the country, but you can’t take country out off the boy”. Artinya setiap manusia boleh keluar dari suatu daerah tetapi sikap kedaerahannya tidak bisa dikeluarkan dan dihilangkan dari diri mereka. Disitulah peran lingkungan dalam proses perkembangan orang (anak).  
Sebenarnya, anak ketika masih berada dalam kandungan. Seperti kita ketahui bersama, bahwa masa prenatal ini tidak masuk pada jangkauan pendidikan, tetapi mengingat janin merupakan bakal yang kelak akan berkembang menjadi manusia, maka kita harus lebih baik dalam merawat janin tersebut sehingga ketika lahir, ia menjadi anak sehat, disinilah sebenarnya hubungan antara kesehatan anak dengan proses perkembangannya. Mengingat jangkauan pendidikan tidak menjangkau janin, maka pendidikan yang harus dikerahkan adalah pendidikan pada orang tuanya (ibu), karena fisik dan psikis ibulah yang dapat mempengaruhi janin tersebut. Sehingga bagi umat islam ketika hamil dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an. Sebenarnya janin, sudah dapat merasakan apa yang terjadi pada orang tuanya. 
Ketika seorang bayi lahir maka langsung dihadapkan dengan realita yang pada akhirnya realita itu akan mencetak karakter anak itu sendiri (character building). Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Disinilah pertama kali ia mengenal nilai dan norma. Karena itu keluarga merupakan pendidikan tertua, yang bersifat informal. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan berikutnya. 
Banyak orang mengatakan kepada seorang anak “kamu mirip sekali dengan bapak atau ibunya.” Bahkan ada pribahasa ynag menerangkan “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Pribahasa ini mempunyai persepsi bahwa prilaku anak itu merupakan bawaan dari orang tuanya, tetapi selain sifat bawaan itu, anak juga akan memotret prilaku orang tuanya, dimana orang tuanya tidak menyadari kalau prilakunya direkam oleh anaknya. Disitulah peran orang tua untuk memberikan teladan yang baik.
Beranjak lebih dewasa, seorang anak akan berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Lingkungan yang lebih luas itulah, anak akan berhadapan denagn lingkungan yang berlainan dari sebelumnya dan akan menyerap apa yang telah terjadi pada lingkungan itu. Maka anak itu akan diwarisi sikap dan pola prilaku yang sesuai dengan lingkungannya itu. Walaupun tidak semua anak akan mengikuti keadaan lingkungannya secara keseluruhan. Salah contohnya adalah: anak desa pada akhirnya akan cenderung menajadi petani. Sedangkan orang kota karena lingkungannya terus menerus berkolaborasi dengan bermacam kegiatan, maka profesi anak kota bermacam-macam.
 Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Setelah anak mulai berkembang dengan sendirinya tanpa ada kontrol dan bimbingan yang lebih terarah pada kebaikan, mengingat pada keluarga dan masyarakat tidak ada kurikulum yang jelas, maka anak akan tumbuh dengan karakter yang tidak terarah pula dan masa depannya juga tidak terarah. Maka dari itu butuh pendidikan yang mempunyai kurikulum yang sistematis dan berorientasi pada masa depan anak.
 Anak yang sedang berkembang memerlukan bantuan dari manusia dewasa untuk memahami lingkungan sekitarnya dan menguasai keterampilan-keterampilan tertentu, agar menjadi manusia sebagai pribadi seutuhnya. Untuk membentuk anak sebagai pribadi yang utuh tidak cukup hanya dalam lingkungan keluarga dan sosialnya, tetapi tempat khusus yang mampu memberikan bantuan secara terarah, bertujuan, dan sistematis, berupa institusi pendidikan formal yang disebut ”sekolah”. Sekolah merupakan tempat belajar yang terencana dan terorganisasir, yang melibatkan kegiatan proses belajar mengajar dengan tujuan menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri anak.
Fokus pendidikan di sekolah adalah membantu anak yang sedang berkembang dalam semua aspek. Dalam perspektif perkembangan masa hidup, Santrock (2004) mendefinisikan perkembangan sebagai pola gerakan kompleks atau perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia. Pola gerakan kompleks ini disebabkan oleh interaksi yang terus menerus dari proses biologis, kognitif dan sosioemosional.
Disinilah potensi anak akan ditumbuh kembangkan. Sekolah merupakan tumpuan dan harapan orang tua, masyarakat, dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen dan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya dengan pembangunan.
Dengan adanya tuntutan untuk menjadikan perkembangan anak itu, lembaga pendidikan berkewajiban untuk selalu memberikan bimbingan yang mengarah pada prospek masa depan. Pendidik harus memiliki kapabilitas yang memadai untuk terus merespon dan mengarahkan perkembangan anak. Sehingga yang namanya manusia seutuhnya akan tercapai. Amien 


[...]

Motif bawah sadar

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

A. Pendahuluan
Sigmund Freud (6 Mei 1856 - 23 September 1939) adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Dengan adanya teori alam bawah sadar ini, Freud telah merubah cara menyembuhkan pasiennya dari teknik hypnosis menjadi teknik asosiasi alam bebas dan analisis mimpi, yang dikembangkan dari pengetahuan tentang bawah sadar itu. Sebenarnya pemikiran Freud tentang alam bawah sadar ini merupakan teori yang banyak mengandung kontroversial dikalangan ahli psikologi. 
Kalangan behavioris, humanis dan eksistensialis Percaya bahwa: Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawah sadar ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud . Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Sebagian psikolog masa kini mengartikan alam bawah sadar dengan apapun yang tidak perlu atau tidak ingin kita lihat. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali, seperti Brentano dan William James . Akan tetapi ada ahli psikologi yang memanfaatkan teorinya Freud ini yaitu Calr Jung.
Tetapi walaupun demikian, kalangan psikologi modern mulai menggunakan metode bawah sadar ini. Maka dari itu sebagai manusia yang ingin mengetahui tentang teori ini,penulis akan menguraikan tentang alam bawah sadar ini.
Topografi pemikiran ini digunakan untuk mencermati setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sigmund Freud menggunakan ketiga teori itu (kesadaran, prasadar dan ketidaksadaran) hanya sampai pada tahun 1920an dan kemudian pada tahun 1923 ia mengenalkan model lain dari pemikiran yaitu id, ego dan superego.  
B. Alam Bawah Sadar 
Alam bawah sadar adalah alam yang menyimpan berbagai dorongan terhadap sebagian besar prilaku seseorang yang tidak disadari oleh seseorang tersebut. Dengan adanya pengertian ini, kiranya kita bisa membayangkan alam itu berada. Sebenarnya teori tentang pikiran yang di ungkapkan oleh Freud tidak hanya alam bawah sadar saja tetapi masih ada yang di sebut dengan alam prasadar dan alam kesadaran. Sehingga dari ketiga itu dapat dianalogikan dengan ruangan yang gelap yang diberi lampu yang hanya bisa menyinari beberapa cm saja. Dari ruangan itu, kita dapati ada tempat yang terang, suram dan gelap. Dari analogi itu dapat disimpulkan bahwa tempat yang terang merupakan alam sadar, area yang suram merupakan alam prasadar dan yang gelap adalah alam bawah sadar.  
Ada juga yang menganalogikan ketiga pikiran itu dengan mesin search engine yang paling mutaakhir , yang memiliki sistem oprating sistem sendiri. pada mesin pencari itu kita hanya bisa mengakses data atau keyword yang kita cari, sisa data yang tidak terpancing keluar adalah terbentuk database yang luar biasa banyaknya. alam sadar adalah alam yang sedang kita gunakan keyword/kata kuncinya atau jika tampilan yang muncul ketika kita menggunakan sebuah mesin pencarian, sisanya tidak terlihat atau atau tidak terdekteksi lagi, jadi alam sadar adalah alam yang ada saat suatu waktu kita perlukan. Kemudian mengenai pengalaman yang terjadi masa lalu, Freud mengatakan bahwa sisa-sisa pengalaman masa lalu akan tetap ada di alam bawah sadar . Dengan demikian yang menjadi isi dari alam bawah sadar di antaranya adalah pengalaman masa lalu.
C. Kinerja Alam Bawah Sadar  
Dalam teori tentang alam sadar (conscious mind), Freud menjelaskan bahwa alam sadar adalah segala sesuatu yang disadari oleh manusia pada saat-saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, pemikiran, fantasi dan perasaan yang dimiliki manusia. Terkait dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan oleh Freud sebagai alam pra-sadar, yaitu segala sesuatu yang yang dengan mudah dipanggil ke alam sadar, seperti kenangan-kenangan yang walaupun tidak Anda ingat ketika Anda berfikir, tetapi dapat dengan mudah dipanggil lagi, atau seringkali disebut sebagai “kenangan yang sudah tersedia” (available memory). Tidak ada masalah dengan dua lapisan ini, namun Freud mengatakan bahwa keduanya adalah bagian terkecil dari pikiran .
Ilmu psikologi mengungkapkan, bahwa alam bawah sadar menguasai 97% perilaku kita, sedangkan sisanya dimiliki oleh alam sadar . Alam bawah sadar ini hampir semua mengendalikan prilaku manusia, bahkan ketika tidur alam ini tetap bekerja seperti bernafas,mengatur detak jantung dan denyut nadi manusia.
 Walaupun demikian banyak kalangan yang masih meragukan teori ini. Hal itu terjadi karena pikiran alam bawah sadar tidak dapat dibuktikan. Akan tetapi Freud telah mengatakan adanya ketidaksadaran itu hanya dapat dibuktikan secara tidak langsung . Semua motif bawah sadar tidak bisa dikontrol oleh kemauan kita, tetapi motif-motif itu, terkadang hanya ditarik ke alam kesadaran (jika bisa). Dan itu tidak terikat oleh hukum-hukum yang ada pada alam kesadaran seperti hukum logika dan geraknya dibatasi oleh waktu dan tempat . 
Motif ketidaksadaran sebenarnya sering naik ke alam sadar tetapi tidak dengan wujud aslinya. Mengingat antara alam tidak sadar, prasadar dan alam sadar banyak penjagaan. Sehingga motif itu merubah diri dalam bentuk lain sehingga bisa lolos dari penjagaan itu. Contoh, ketika ada seseorang benci kepada ibunya. Perasaan benci ini tidak disadari oleh orang tersebut, akan tetapi rasa itu tidak serta-merta bisa hinggap di alam sadar, sehingga untuk bisa naik ke alam sadar, harus melewati alam prasadar yang harus menyamar dengan bentuk lain seperti cemas. Dari prasadar merubah bentuk lagi dengan memunculkan prilaku seseorang mencintai ibunya dengan berlebih-lebihan (cinta mencolok). Itulah yang disebut penyamaran motif bawah sadar. 
Adapun motif-motif atau isi dari alam sadar adalah dorongan-dorongan, kenginan-keinginan, sikap-sikap, perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan insting-insting yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan . Motif pada kalanya muncul di alam sadar tetapi dalam perubahan bentuk dari asalnya, seperti yang telah dijelaskan diatas. Dalam konteks ketidaksadaran ini bukan berarti nonaktif atau tidur . Semua isi dari ketidak- sadaran itu berjuang untuk menjadi sadar walaupun hasilnya bukan wujud aslinya mengingat untuk menjadi alam sadar harus melewati benteng pertahanan yang ada di tingkat prasadar dan alam sadar.
D. Tejadinya Hambatan pada Alam Prasadar Sadar dan Alam Sadar
 Pada dasaarnya, semua motif ketidaksadaran itu harus cepat dipenuhi atau dipuaskan kengingannya. Karena semua alat pemenuh bersifat nikmat bagi alam bawah sadar. Sehingga jika tidak cepat-cepat dipenuhi maka pikiran bawah sadar akan meronta-ronta. Tetapi semua keinginan itu tidak bisa dipenuhi mengingat manusia selain sebagai makhluk individu juga social, sehingga harus memperhatikan realitas social untuk memenuhinya.
a. prinsip kenikamatan  
  kenikmatan ini mendorong seseorang untuk cepat mendapatkan pemuasan haqrapannya. Prinsip ini berada dibalik rangsangan alamiah (impuls alamiah) dan nafsu dasar. Motif ini berada di alam ketidak sadaran yang bersifat rangasangan, primitif dan tidak teratur. Menurut freud inilah pendorong seseorang sejak dilahirkan dan pada dasarnya menyangkut kepuasan nafsu seksual . Itulah salah satu motif yang harus segera dipenuhi.
b. prinsip realitas
  ketika seseorang mulai melebur dengan masyarakat, maka semua kebutuhan yang diharapkan oleh alam bawah sadar harus ditekan mengingat kehidupan bersosial harus menyamakan diri seseorang dengan lingkungannya. Sehingga apa-apa yang terdapat dalam pemuasan ketidaksadaran harus dirubah mengingat pemuas itu tidak sesuai dengan persepsi social. Karena itulah dorongan yang bertentang dengan prinsip kenikmatan harus berperan. Pada dorongan inilah tercakup pikiran sadar, logis dan mengharuskan penekanan pemuasan kenikmatan yang ada di bawah sadar dalam rangka hidup bersosial dan bergaul dengan orang lain. Seperti, motif seksual yang berada di alam ketidak sadaran yang dinyatakan oleh Freud sebagai kekuatan sebagian besar prilaku manusia harus ditekan atau di arahkan ke arah yang lebih aman atau bisa diterima secara social . Pengarahan itulah yang disebut pembentukan reaksi . 
Sebenarnya pengarahan-pengarahan itu terjadi karena adanya hambatan yang menghambat dari keinginan alam bawah sadar yang bersifat segara dan tidak mempedulikan lingkungan. Sehingga semua keinginan yang ada dalam bawah sadar yang terangkum pada peta pemikiran yang disebut id yang kemudian dikontrol oleh ego dan ego pun akan dikontrol superego yang bersifat baik (bermoral). 
2. Peta Pemikiran 
 Freud dalam bukunya yang berjudul The Ego and The Id , menggambarkan pemikiran yang terdiri dari campuran atau gabungan-gabungan dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari alam sadar dan bawah sadar. Gambaran itu di bagi tiga yaitu id, ego dan superego dan dari ketiganya semua fungsi dan tujuan-tujuanya yang terdapat di alam sadar, prasadar dan bawah sadar dimasukkan
1. Id
  Id bahasa lainnya adalah Das Es atau it (benda ). Bagian ini merupakan bagian tertua dari kepribadian dan masih bersifat primitif yang beroprasi sejak bayi masih tidak berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang disebut insting-insting dalam psikoanalisis. Id dianggap oleh freud sebagai sumber dorongan yang paling utama dalam tubuh manusia sehingga disebut “binatan dalam manusia ”. Id beroperasi di alam ketidaksadaran yang tidak di atur oleh hukum logika, pertimbangan waktu dan tempat. Semua isi yang terdapat di id bersifat segera dalam memenuhinya. Karena tidak terikat oleh hokum-hukum itu, maka cara memenuhinya harus sesuai dengan keinginannya yang bersifat kenikmatan baginya, walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai social sehingga karena demikian maka di control oleh ego dan superego sehingga dengan kontrolan seperti itu manusia bisa di terima oleh lingkungan. 
  Untuk menghindari rasa sakit jika keinginannya tidak terpenuhi dan untuk mendapatkan kenikmatan maka id mempunyai dua macam cara untuk memenuhinya yaitu:
a. tindakan-tindakan refleks
tindakan ini bersifat otomatis dan bawaan. Ia biasanya segera mereduksikan tegangan dan manusia dilengkapi dengan refleks semacam itu untuk menghadapi bentuk-bentuk rangsangan yang relative sederhana . Seperti berkedip, bersin dan lain sebagainya.
b. proses primer
proses primer ini berusaha menghentikan tegangan-tegangan yang menimbulkan gerak refleks itu. Misalnya ketika seseorang merasa lapar maka ketika itu juga terbayang yang namanya makanan, sehingga orang tersebut menghayal. Akan tetapi proses primer ini tidak mampu mereduksi tegangan, karena tidak munkin orang bisa makan khayalan. Sehingga dengan adanya hal itu akan terbentuk proses sekunder yang berupaya untuk memenuhi keinginan id yang terdapat di ego.
Penggambaran tentang id ini bisa kita lihat pada bayi, pada waktu itu prilaku bayi merupakan bentuk lebih lanjut dari id yang seutuhnya dan tidak di haling-halangi oleh ego dan soperego. Ketika bayi merasa lapar perasaannya langsung di akumulasi menjadi tangisan dan mengisap-ngisap pada mulutnya meskipun tidak ada puting ibunya, atau bayi akan mengisap apa saja yang di sodorkan ke mulutnya seperti jari tangan orang lain atau kalau tidak ada ia mengisap jari tangannya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa prilaku yang hanya mengisap-ngisap jari itu tidak akan bisa merubah dan memenuhi keinginan id. 
Ciri-ciri dari prilaku id ini adalah tidak realistis, tidak logis dan secara serempak memiliki pikiran-pikiran yang bertentangan . Kemudian ciri yang lainnya yaitu sama dengan ketidak sadaran yaitu tidak memiliki moralitas karena ia tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk dan juga tidak teratur serta seluruh energinya hanya digunakan untuk satu tujuan yaitu mencari kenikmatan tanpa menghiraukan benar atau salah.
2. Ego
Ego dalam bahasa jermannya disebut dengan das ich yang berarti aku atau diri ini, berkembang dari id yang dikhususkan menangani persoalan realita, karena id tidak bias berhubungan dengan dunia kenyataan. Dalam artian, ego dalam memenuhi kebutuhan id, itu di sesuaikan dengan konsep realitas atau kenyataan. Ego tidak memiliki energi sendiri dalam beraktifitas tetapi energinya berasal dari id. 
Dengan adanya ego manusia bisa membedakan dirinya dan lingkungan sekitarnya . Ego tumbuh karena kebutuhan id harus disesuaikan dengan dunia kenyataan objektif. Contoh; orang yang lapar, seketika membanyangkan makanan (pemuas ala id). Karena khayalan tentang makanan tadi tetap tidak merubah tegangan yang di timbulkan oleh id, maka manusia harus mencari makanan untuk menhilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh rasa lapar itu. Tetapi dalam memenuhi kepuasan id itu, ego harus mempertimbangkan kenginan superego yang bermoral itu. Ego beroperasi di tiga daerah yaitu daerah taksadar-prasadar-sadar.
Untuk memenuhi segala tuntutan id, maka ego menggunakan cara kerja sebagai berikut:
a. prinsip kenyataan
maksud dari prinsip ini adalah ego dalam melaksanakan tugasnya disesuaikan dengan konsep realita. Bukan khayalan. Prinsip ini bertujuan mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untu pemuasan kebutuhan .
b. proses sekunder
adalah berfikir realistic yang dipakai dalam ego memuaskan kebutuhan id. Ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana itu berhasil atau tidak . 
3. Superego
Superego merupakan kekuatan moral dari kepribadian. Sebagai kepribadian yang paling luhur, maka superego ini merupakan lawan dari ego dan id dalam cara memenuhkan kebutuhan. Sehingga cara kerjanya menggunakan prinsip idealistic. Superego berkembang dari ego dan tidak mempunyai energi sendiri dan bekerja di tiga daerah yaitu sadar, prasadar dan tidak sadar.
Superego tidak rasional dan menuntut kesempurnaan, ia menghukum dengan keras kesalahan ego, entah itu sudah ddikerjakan atau masih dalam pemikiran. Superego tidak hanya menunda pemuasan id tetapi sekaligus menghalanginya. 
Ada tiga fungsi yang dimiliki oleh superego yaitu:
a. mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistic dengan tujuan moralistic
b. merintangi rangasangan (impuls) id yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.
c. Mengejar kesempurnaan diri.
Perbandingan dari ketiga kepribadian itu, sebagaimana di kutip dari buku psikologi kepribadian (alwisol: 2008) adalah sebagai berikut:

PERBANDINGAN TIGA SISTEM KEPRIBADIAN
ID EGO SUPEREGO
Original system, asal muasal dari system yang lain. Berisi insting dan penyedia energi psikis untuk dapat beroperasinya system yang lain. Hanya mengetahui dunia dalam; tidak berhubungan dengan dunia luar, tidak memiliki pengetahuan mengenai realitas objektif. Berkembang dari id untuk menangani dunia eksternal. Memperoleh energi dari id. Memiliki pengetahuan baik mengenai dunia dalam maupun realitas objektif. Berkembang dari ego berperan sebagai tangan-tangan moral kepribadian. Merupakan wujud internalisasi nilai-nilai orang tua. Dikelompokkan menjadi dua: Conscience (menghukum tingkal laku yang salah), dan ego ideal (yang menghadiahi tingkah laku yang benar). Seperti id, superego tidak berhubungan dengan dunia luar, tidak memiliki pengetahuan mengenai realitas objektif.  
Menikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan bekerja dalam bentuk prose primer. Tujuannya tunggal yakni mengenali kenikmatan dan rasa sakit sehingga dapat memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Mengikuti prinsip realita (reality principle) dan bekerja dalam bentuk proses sekunder. Tujuannya untuk membedakan antara fantasi dengan realitas sehingga dapat memuaskan organisme. Harus dapat menggabungkan (coordinate) kebutuhan id, superego dan dunia eksternal. Tujuan umumnya adalah mempertahankan hidup dan kehidupan jenisnya (reproduksi) Mengikuti prinsip conscience dan ego ideal. Tujuannya membedakan antara benar dan salah dan menuntut bahwa diri telah mematuhi ancaman moral, dan memuaskan kebutuhan kesempurnaan.
Mencari kepuasan insting segera Menunda kepuasan insting sampai kepausan itu dapat dicapai tanpa mengalami konflik dengan superego dan dunia luar. Menghambat kepuasan insting
Tidak rasional Rasional Tidak rasional
Beroperasi di daerah unconscious Beroperasi di daerah conscious, preconcious dan unconscious. Beroperasi di daerah conscious, preconcious dan unconscio


Daftar Pustaka
Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. MalangUMM Press.
Berry, Ruth. 2001. Seri Siapa Dia? Freud. Jakarta: Erlangga.
Jung ,C. G. 2003. Memories Dreams Reflections. yogyakarta: jendela.
Semiun, Yustinus OFM. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.
Shaleh ,Abdul Qodir (terjemah). 2000. Sejarah psikologi. Jogjakarta. prismasophie. 
Umam, Chairul dan Mila Afak. 2003. Surat-Surat Freud/Jung. Gresik: UMG Press
Ronny F. Ronodirdjo (http//admin.bawah-sadar.com)
www.wikipedia.com


[...]

Human Development

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

1. Sekilas Perkembangan Manusia
a. Perkemabangan manusia di pengaruhi oleh factor internal dan eksternal, internal berarti di pengaruhi oleh sifat bawaan dan eksternal adalah pengaruh lingkungan selalu memberikan kontibusi bagi kehidupan.
b. Teori perkembangan terbagi menjadi tiga isu; relativitas keturunan nilai penting ketirunan dan lingkungan, perkebangan bersifat aktif dan atau pasif serta keberadaan tahapan perkembangan.
c. Hal yang mengalami perkembangan pada manusia adalah fisik, kognitif dan psikososial. Yang ketiganya saling mempengaruhi.
2. Masa Awal 
a. Proses terjadinya kehamilan berawal dari pembuahan, persatuan ovum dan sperma sehingga menghasilakn formasi zigot bersel tunggal yang kemudian terjadi proses penggandaan dengan melakukan pemecahan sel.
b. Tahapan persalinan dimulai dari dilasi serviks, baru kemudian keluar bayinya, setelah itu plasenta dan tali pusarnya keluar dan yang terakhir kontraksi uterus dan atau pemulihan ibu.
c. Perkembangan kebahasaan anak sebelum bias berbahasa dapat berbentu tangisan, menoceh dan menirukan suara. Baru setelah 6 bulan anak mulai mempelajari dasar-dasar bahasa dan mulai menyadari keterkaitan bahasa dengan makna.  
3. Masa Kanak-Kanak Awal
a. Pertkembangan masa kanak-kanak awal berkembang dengan kehidupan pribadinya tetapi tidak menutup kemungkinan proses psikososialnya berkembang mengikuti perkembangannya. 
b. Anak pada masa ini, bertanggung jawab terhadap berbagai perubahan utamanya. Tetpai tidak bias membedakan diri yang sebenarnya dan diri yang ideal. 
4. Masa Kanak-Kanak Pertengahan.
a. Kesehatan anak masa ini lebih baik dibandingkan dengan seluruh tahapan kehidupan. Tetapi yang biasa terjadi gangguan saluran pernafsan sering terjadi. Makaanya sebagai orang tua harus memperhatikan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada pernafasan anaknya
b. Konsep diri menjadi lebih realistis dan semakin kompleks. Maka sebagai orang tua harus meningkatkan pengawasannya agar anak tidak berkembang dalam keadaan yang tidak dinginkan.
c. Egoisme yang terjadi pada masa kanak-kanak awal, kini mulai menghilang dan mulai berfikir menggunakan logika tetapi dari logika itu harus teraplikasi dengan kongkrit.
d. Peningkatan kebahasaan anak semakin meningkat yang memunkinkan anak bias mempelajari bahasa yang bukan dari bahasa ibunya.
5. Masa Remaja
a. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang yang ditandai dengan terjadinya perubahan fisik dan kognitif secara cepat.
b. Kematangan reproduktif terjadi dengan matang sehingga kalau tidak ada kesadaran yang tinggi akan brtindak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, onani dan masturbasi adalah jalan cepat untuk memuaskan keinginan nafsunya.
c. Perkembangan psikososial terjadi yang ditandai dengan pencarian identitasnya dan kecenderungan untuk bergaul dengan teman sebayanya meningkat, dikelompok itu anak akan dipengaruhi oleh teman sebayanya.  
6. Masa Dewasa Awal
a. Perkembangan fisik sampai pada puncaknya yang kemudian secara perlahan-lahan akan menurun tergantung pada pilihan gaya hidupnya yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan mentalnya.
b. Masa dewasa awal ini terjadi pencerahan dalam menentukan pilihannya. Anak mulai bisa menentukan pilihan hidupnya antara melanjutkan sekolah atau berkarier. Memperbanyak informasi adalah jalan utama dalam menentukan tugas selanjutnya.
c. Kebanyakan orang pada masa ini telah menikah dan sudah mempunyai anak, sehingga kepribadian dan arah hidupnya mulai jelas dan memiliki focus tertentu. 

7. Masa Dewasa Pertengahan
a. Kreatifitas orang menurun secara kuantitas tetapi secara kualitas meningkat, karena yang dicari adalah kesempurnaan bukan banyaknya produk yang dihasilkan.
b. Proses pemecahan masalah semakin meningkat karena di topang oleh tingkat kematangannya dalam bersosial dan taraf mentalnya mencapai puncak kematangan.
c. Mempunyai tanggung jawab yang ganda yaitu merawat anak-anaknya dan merawat orang tuanya yang sudah mulai lemah. Sehingga stress terkadang terjadi kalau tidak di tekan dengan berbagai pengetahuannya. Maka bersikaplah tenang dalam menjalani kehidupan masa itu.
8. Masa Dewasa Akhir
a. System dan organ tubuh terus berfungsi berubah secara bervariasi dan dapat menghasilkan penyakit yang pada akhirnya akan mempengaruhi gaya hidupnya
b. Masa yang besar kemunkinan untuk terus terjadi penuan yang pada akhirnya akan mengalami penuaan yang tidak sempurna, sehingga perlu mulai sejak dini mengamalkan pola hidup sehat.
c. Umumnya, kemampuan untuk melakukan aktivitas instrumental rutinitas sehari-hari menurun sejalan dengan usia, namun kemampuan untuk memecahkan masalah yang bersifat interpersonal dan emosional masih cukup baik.
9. Akhir Kehidupan
a. Setiap daerah yang berbeda secara kultur, dalam menghadapi kematian dan atau kehilangan sang bervariasi sesuai dengan kultur yang dibangun oleh setiap daerah. 
b. Sebelum meninggal, kemampuan kognitif dan fungsionalnya menurun dan terdapat reaksi yang bervariasi dalam mengahadapi ajal yaitu: menolak kematian, marah, bernegoasiasi, depresi dan atau menerima kematian yang akan menjemputnya itu. 
c. Kematian merupakan yang wajar dan harus terjadi bagi bagi makhluk hidup, maka tidak usah khawatir, dan mulai sekarang perbanyaklah bekal untuk itu.
[...]

Konseling Keluarga

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

A. Latar Belakang
Dalam mempelajari koseling keluarga tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana caranya memperoleh kehidupan yang penuh kasih sayang dan membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah. Sehingga orang melakukan pernikahan pun, tiada lain tujuannya adalah membuat ketentraman dan kenyamanan dalam hidup. Namun yang menjadi persoalan kemudian adalah mengapa dalam pernikahan sering berakhir pada perceraian? Hal itu, terjadi karena ketidak cocokan si suami dengan istirinya, entah dari tujuannya, persepsinya tentang rumah tangganya atau yang lainnya. 
Perceraian yang hanya berakhir antara suami-istri, sebenarnya tidak terlalu kompleks permasalahannya. Yang paling rumit dari perceraian ketika meraka mempunyai anak. Karena yang harus di pertimbangkan adalah selain keadaan mereka masing-masing juga harus memikirkan tentang pengasuhan anak. Jika masalah pengasuhan tersebut berlarut-larut tidak terselesaikan maka psikologis seorang anak akan terganggu sehingga perkembangannya pun tidak akan normal.  
Selang beberapa waktu kemudian, sang ibu/ bapak membutuhkan pendamping lagi. Tak jarang dari mereka melakukan pernikahan lagi. Namun yang jadi masalah adalah terkadang pasangan (ibu/ bapak baru) tidak di sukai bahkan anak cenderung akan menolak kehadirannya. 
Adanya banyak persepsi tentang hal itu, yang diantaranya adalah karena anak-anak yang sudah berumur 4 tahun lebih sudah mengetahui aroma jalinan kasih dari asuhan bapak/ ibunya, sehingga sulit untuk mengalihkan perhantiannya pada orangtua tirinya. Seringkali pada anak yang beranjak remaja respons mereka terhadap perceraian sedikit berbeda dibandingkan dengan anak yang masih kecil. Biasanya mereka akan mengalami kecenderungan depresi, ketakutan, bertingkah membangkang terhadap lingkungan sekitar, merasa bersalah dan cenderung akan menyalahkan salah satu dari orangtua. Reaksi ini sangatlah wajar didapatkan. Sehingga ketika orangtuanya kawin lagi ia tidak mudah untuk menerima orang tua barunya (tiri). Sedangkan yang lainnya, adanya persepsi bahwa orang tua tiri kejam dan mempunyai cinta palsu. Banyak orang masih meng-iakan tentang kejahatan orangtua tiri, karena kebanyakan dari mereka hanya menggunakan topeng dalam bergaul dengan anak-anak tirinya. Tetapi yang perlu kita ingat bahwa tidak semua yang namanya orang tua tiri itu kejam dan cinta palsu. 

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perceraian orangtua terhadap anak?
2. Bagaimana anak menghadapi orangtua baru (tiri)?
3. Bagaimana cara mengatasi anak yang lambat menerima orangtua baru

A. Pengaruh Perceraian Orangtua Terhadap Anak.
Merupakan sebuah keniscayaan bagi anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya, membutuhkan tali kasih kasih dari orangtuanya. Merekalah yang harus bertanggung jawab dalam melindungi anak, baik perlindungan secara fisik ataupun secara psikis. Kalau kedua aspek itu diayomi dan rawat sebaik munkin, maka anak akan tumbuh pada kematangan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. 
  Keadaan seperti itu, tidak akan tercapai oleh kehidupan anak jika orangtuanya terlibat permasalahan internal. Misalnya terjadi perselisihan antara bapak dan ibunya. Tetapi, hal itu akan tercapai ketika orangtuanya, baik bapak ataupun ibunya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam membangun rumah tangganya. Sehingga jika tidak ada yang satunya tidak akan ada yang namanya kehidupan dalam rumah tangga. Dengan demikian terciptalah keluarga yang harmonis yang bisa mengantarkan pada kematangan perkembangan anak.
 Namun, yang sering muncul permasalahan adalah tak selamanya keseimbnagan dalam keluarga terjadi. Sering hanya gara-gara perkara kecil menjadi masalah besar yang tak jarang berakhir pada perceraian. Ketika terjadi perceraian itulah anak mulai kebingungan karena sering kebutuhan psikisnya tidak di penuhi. Kebingungan anak sering terletak pada kepemihakan anak. Anak harus memihak kepada siapa. Bapak atau ibu?
 Ketika anak mulai bisa mengindentifikasi dirinya dengan lingkungannya yakni ibu dan bapaknya. Pada waktu itulah anak mulai mengimitasi atau meniru tingkah laku orang yang disayangi. Jika itu sudah terbentuk, ketika anak harus pisah dengan orang yang disayangi, maka, akan berpengaruh terhadap psikologis anak. Namun besar-kecilnya akibat dari hal itu, tergantung pada hal-hal berikut:
a. sejauh mana keterikatan anak pada ibu/ bapaknya. Jika ia sudah terikat sungguhan maka, kepergian orang yang disayangi merupakan kejadian yang traumatis bagi anak.
b. Jenis kelamin, anak laki-laki misalnya akan mengidentifikasi tingkah laku ayahnya yang kemudian ia menirunya.
c. Waktu berpisah, anak yang masih di bawah umur 4 tahun masih sering tergantung pada ibunya dan masih belum bisa mengidentifikasi tingkah laku bapaknya. Jadi pada anak yang masih kecil kepergian bapak tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan anaknya.
d. Kekuatan pengasuh (bapak/ ibu) anak dalam menghadapi kejadian itu. Jika misalnya yang mengasuh adalah ibunya bisa mengatasi goncangan-goncangan yang terjadi dengan mudah, maka akibatnya bagi anak tidak begitu buruk . 
Sedangkan hal-hal yang mempengaruhi rasa aman dari anak ketika terjadi perceraian, sebagaimana yang dikutip dalam bukunya Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsah Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja adalah sebagai berikut:
a. kurangnya kasih sayang yang diterima oleh anak. Ketika terjadi perceraian, baik bapak mauapun ibu, sama mempunyai kebingungan dalam menentukan arah kehdupannya. Sehingga mereka mengurusinya masing-masing. Dampak dari itulah sering orang tua tidak lagi memberikan kasih sayangnya sperti semula pada anaknya.
b. Dominasi asuhan orang tua. Ketika orangtuanya cerai, mereka berlomba-lomba mempengaruhi anaknya, karena biasanya bapak atau ibunya tidak mau kehilangannya. Maka mereka mempengaruhinya dengan melebih-lebihkan gaya asuhannya. Pada waktu itulah, anak merasa tertekan dan bimbang.
c. Rumah tangga yang tidak stabil akibat perceraian akan mengakibatkan perasaan aman anak terganggu.
d. Ketika orang tua pisah, mereka terbebani pekerjaan double, sehingga sering dari mereka membuat aturan bagi anaknya yang cenderung terlalu keras. Sehingga anak tiak sebebas semula, disitulah keamanannya akan terganggu.
e. Terlalu memanjakannya. Sering dari orang tua yang baru saja melakukan cerai, mereka merasa bersalah pada anaknya sehingga sebagai tebusannya, mereka melakukan anaknya dengan berlebihan sehingga anak terbiasa dengan pola hidup manja. Inilah yang mengakibatkan sulitnya anak ketika dewasanya berperilaku mandiri.
B. Anak Tiri Menghadapi Orangtua Baru
Kembali pada paradigma berfikir, bahwasanya orang tua tiri itu kejam dan mempunyai rasa cinta palsu terhadap anak tirinya, walaupun tidak semua yang namanya orang tua tiri seperti itu. Namun, merejuk pada arah pemikiran itulah anak lebih cenderung menganggap bahwa orang tua tiri itu kejam, sehingga ia merasa kesulitan untuk menerima orang tua baru dalam hidupnya.
Perasaan anak tiri terhadap orang tua barunya tetap mencurigai kehadirannya, sekalipun mereka (orang tua tiri) bersikap lembut dihadapan anak. Pada waktu itu anak merasa tidak rela kalau kedudukan ibu/ bapaknya digantikan oleh orang lain. Ia lebih rela bila kedudukan ibu/ bapaknya itu tidak seorang pun yang menggantikannya .
Umumnya anak usia di bawah 2 tahun lebih mudah menerima kehadiran ibu/bapak baru, karena pola asuh dari ibu/bapak kandungnya belum begitu tertanam dalam dirinya. Penyesuaian akan lebih sulit dilakukan jika usia anak di atas 2 tahun, terlebih usia 4-5 tahun. Anak sudah mengenal pola asuh, gaya didik, nilai-nilai dan norma yang diterapkan orang tua sebelumnya. Ditambah lagi ada imeg bahwa orang tua tiri, terutama ibu tiri, itu galak, hingga anak pun merasa tak aman dan nyaman dengan kehadiran orang tua tiri. 
Terkadang ada orang tua tiri, ketika mereka sudah tidak sabar dalam menanti kesediaan anak tirinya untuk menerimanaya, mereka menggunakan kekuasaannya yang dalam kedudukannya lebih tinggi dari anaknya menggunakan aturan-aturan baru dalam rumah atangganya dengan dalih agar cepat mendapat ketenangan. Sehingga dengan adanya atiran-aturan itulah antara anak dan orang tua tirinya ada jurang pemisah yang sangat lebar. Dan kebanyakan anaklah yang sering tersisihkan dari pada orang tua tirinya.
Dengan deadaan seperti itu biasanya anak dapat kita lihat dari dua kemunkinan yaitu: Pertama, anak itu melwan dengan perlawanan anak yang membela ibu/ bapaknya yang lama dan kedua, menarik diri dari tali percintaan orang tuanya itu, yang seakan-akan berlindung pada bapak/ ibunya yang sebenarnya . Kedua keadaan itu dilakukan dalam angan-angannya mauapun dalam perbuatannya. Inilah gangguan yang dialami anak tiri yang tampak pada kualitas kerjanya ataupun di sekolahnya. 
C. Cara Mengatasi Anak Yang Lambat Menerima Orangtua Baru
Bentuk protes anak tiri ketika berkumpul dengan orang tua barunya sangat bermacam-macam sekali, sering ada yan ngompol lagi padahal sebelumnya ia sudah tidak terbiasa ngompol. Ada juga yang mogok makan dengan berbagai alasan dan sebagainya. Pada waktu itulah kondisi psikologis anak terganggu.
Kondisi psikologis ini tak hanya membuat anak sulit menerima kehadiran ayah/ibu barunya, tapi juga si orang tua baru sulit masuk dalam kehidupan si anak. Tugas orang tua barulah untuk melakukan pendekatan dengan si anak. Namun dalam bersikap, baik selagi melakukan pendekatan maupun setelah jadi ayah/ibu tiri, "hendaknya ayah atau ibu tirinya tak over acting ataupun dibuat-buat tapi tulus. Kalau tidak, kesannya jadi tak wajar dan anak pun takkan suka. Selain itu, ibu/bapak tiri pun harus memperhatikan sifat dan karakter anak, karena tiap anak berbeda. Lalu bagaimana seharunya sikap orang tua tiri dalam menghadapi anak tirinya yang belum bias menerimanya. Lakukan hal-hal berikut dengan penuh kesabaran.
c.1. Beri Penjelasan 
Jika ayah/ibunya dulu begitu memanjakan anak, maka begitu mendapatkan ibu/ayah tiri yang disiplin, akan terjadi benturan. Misal, dulu anak tak pernah tidur siang, tapi kini harus tidur siang. Perubahan ini membuatnya tak nyaman. Apalagi bila si orang tua tiri juga menerapkan sistem hukuman bila anak melanggar aturan. Dari sinilah anak lantas beranggapan bahwa orang tua tiri itu galak/jahat. 
Tentu saja, orang tua tiri tak salah bersikap tegas maupun menerapkan aturan-aturan baru yang berbeda. Yang penting, itu semua disampaikan kepada anak secara lembut dan disertai penjelasan yang dapat diterima si anak. Misal, "Kamu, kan, dari tadi sudah banyak main. Nah, sekarang giliran istirahat. Kalau kamu terus-menerus bermain, nanti kamu capek dan bisa sakit. Kalau sakit, kan, jadi enggak bisa main lagi. Yuk, Tante temani tidur siang sambil Tante bacakan buku cerita." 
Atau, anak menolak tidur siang lantaran ingin nonton film kesayangannya di TV. Sebaiknya orang tua tiri tak memaksa, melainkan bujuk ia dengan membuat sebuah komitmen bersama. "Misal, ia boleh menonton film tapi setelah itu harus tidur”. Dengan demikian, selain ia bisa tetap nonton, aturan yang kita buat pun terlaksana. Hingga, konflik antara anak dengan orang tua tiri bisa diminimalisir. 
Begitu pun bila orang tua tiri menolak suatu permintaan anak, harus disertai penjelasan yang bisa diterima pikiran anak. Dengan demikian, anak akan mengerti mengapa ia dilarang atau ditolak permintaannya, bukan lantaran orang tua tiri itu galak/jahat. 
c.2. Tak Usah Marah 
Tak jarang, anak akan membanding-bandingkan orang tua tiri dengan orang tua kandungnya. Meski kesal, tak perlu marah. Jelaskan saja bahwa tiap orang berbeda, termasuk dirinya juga tak sama dengan teman-teman sebayanya. Kemudian, bila memang ada hal-hal baik dari orang tua si anak, tak ada salahnya orang tua tiri mencontoh dan menerapkannya pada anak. Intinya, orang tua tiri harus bersikap terbuka untuk memberikan yang terbaik bagi anak.
kalau anak tetap keras dan sulit menerima kehadiran orang tua tiri, tak usah "panas". Lebih baik, cari penyebabnya mengapa si kecil tetap menolak. Caranya, lakukan observasi dan cari informasi pada pasangan tentang hal-hal yang disukai dan tak disukai anak, serta apa yang harus dilakukan agar si anak tetap tak merasa kehilangan momen indah bersama orang tuanya dulu. Mungkin anak menginginkan ayah atau ibu tirinya seperti orang tuanya dulu. 
c.3. Perlakukan Sama 
Satu hal diingatkan Romi, jangan sekali-sekali orang tua tiri meminta anak memanggil dirinya dengan sebutan Mama/Papa atau Ayah/Bunda. Biarkan anak yang menentukan, apakah sudah layak panggilan tersebut diberikan pada orang tua tirinya. Selain itu, untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang anak, jangan pernah membanjirinya dengan hadiah. Kasih sayang anak tak dapat dibeli, melainkan harus timbul dengan sendirinya. Lebih baik lihat apa yang dibutuhkan anak, semisal kebutuhan kasih sayang, dibelai, atau berteman. Nah, dari situlah orang tua tiri masuk.
Bila orang tua tiri juga membawa anak, tentu si anak tiri bukan hanya harus beradaptasi dengan orang tua barunya tapi juga saudara barunya. Ini jelas tak mudah buat anak. Hingga, orang tua baru harus memperhitungkan betul segala sikap dan tingkah lakunya terhadap kedua anak ini. Jangan sampai orang tua tiri lebih mementingkan anak kandungnya. Semua anak harus mendapatkan perlakuan yang sama. 
Memang, sangat manusiawi jika orang secara naluriah terbawa untuk lebih memperhatikan anak kandungnya. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat sejak awal oleh suami-istri baru yang masing-masing punya anak ini bahwa masing-masing harus memperlakukan sama kepada semua anak. Jadi, harus ada kesepakatan dan tak boleh dilanggar.
  c.4. Berkomunikasi yang Baik
Antara ibu/ bapak tiri dan anak tiri harus ada komunikasi yang baik. Tanpa komunikasi yang baik, hubungan tidak akan terjadi, sehingga tidak adanya pendekatan dan penerimaan dari anak tiri tersebut. Komunikasi bias dilakukan dengan dua macam yaitu, komunikasi verbal dan nonverbal . Komunikasi verbalAdalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan dengan menggunakan kata-kata atau lisan. 
Sedangkan komunikasi non verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi non verbal adalah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Ibu tiri harus bisa berkomunikasi dengan anak tirinya dengan cara verbal dan non verbal. Berlaku sopan, menghargai anak tiri, menyayangi seperti anak kandung sendiri dan tidak pilih kasih atau berlaku adil terhadap anak-anaknya yang lain. Tidak seperti ibu tiri yang ada di film-film, tetapi benar-benar mengasihi anak tiri sama terhadap ayah anak tersebut, tidak berpura-pura mengasihi anak tiri hanya di depan ayah anak tersebut. Sehingga anak tiri dapat menerima ibu tiri mereka sebagai ibu kandung mereka.

A. Kesimpulan
1. besar-kecilnya akibat dari hal itu, tergantung pada hal-hal berikut:
 a. sejauh mana keterikatan anak pada ibu/ bapaknya. Jika ia sudah terikat sungguhan maka, kepergian orang yang disayangi merupakan kejadian yang traumatis bagi anak.
 b. Jenis kelamin, anak laki-laki misalnya akan mengidentifikasi tingkah laku ayahnya yang kemudian ia menirunya.
2. Pertama, anak itu melwan dengan perlawanan anak yang membela ibu/ bapaknya yang lama dan kedua, menarik diri dari tali percintaan orang tuanya itu, yang seakan-akan berlindung pada bapak/ ibunya yang sebenarnya
3. cara menghadapi anak tiri yang belum bias menerima orang tua tirinya, sebagai orang tua harus bersikap sebagai berikut:
a. berkomunikasih yang baik dengan anak tirinya
b. berilah penjelasan sebaik dan selembut munkin terkait kehadirannya.
c. jika anak tirinya sulit diatur, jangan mudah marah
d. jika orang tua tiri juga membanwa anak, perlakukan secara wajar dan sama antara anak asli dan anak tirinya.

Daftar Pustaka
Gunarsa, Singgih D. dan Yulia Singgih D. Gunarsah. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Sujanto, Agus DKK. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.
Dagun, Save M. 1989. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/11/05
[...]