Motivasi Berprestasi

Posted by Counseling Students Association Rabu, 12 Mei 2010 0 komentar

Masa depan merupakan masa kemungkinan, munkin sukses dan munkin juga gagal. Hal itu terjadi karena masa depan merupakan masa yang yang pasti kita akan lewati namun masih belum sampai, ibarat orang melakukan perjalanan menuju suatu tempat, yang ditempat itu sangat rawan sekali sedangkan jalannya licin dan penuh dengan duri. Bagi kita yang mempunyai keinginan untuk selamat mencapai tempat itu, tentunya kita akan membawa tongkat dan peralatan lainnya agar bisa melewati semua rintangan dan tantangan. Kalau orang itu mempunyai bekal yang cukup untuk melewatinya maka ia akan bisa melewati jalan itu dengan menikmati kelicinan yang mengiringinya. Ia akan merasa puas karena bisa lewat sambil menikmati sajian duri dan Lumpur yang tidak bisa mempengaruhi perjalanan kita. Pada waktu itulah puncak hidup kesuksesan akan terasa. Akan tetapi jika kita yang akan melewati jalan licin itu, tidak mempunyai bekal sama sekali, maka ketika sampai, rasa penyesalan akan datang, karena tidak bisa melewati dan tidak bisa melawan kelicinannya. Bahkan kita akan jatuh dan harus bermandikan Lumpur di sekujur tubuh. Sekarang tergantung pada kita sendiri, jika menginginkannya cerah dan penuh dengan kebahagian maka sebagai actor utama yang akan memerankan di pemintasan itu, mulai saat ini harus berkemas dan mencari bekal. 
Kita harus ingat bahwa setiap diri kita pasti mempunyai keunggulan dan kelemahan. Mustahil manusia tidak mempunyai kelemahan, setiap diri hanya akan mampu menguasai satu atau beberapa bidang saja, tidak munkin kita mampu di segala bidang. Mulai sekarang kita harus mempunyai focus dalam hidup, karena dengan hal itu, akan memberikan standarisasi dalam mencari bekal. 
Kita perlu mengagumi seseorang sebagai rujukan dalam merajut masa depan yang gemilang, akan tetapi kita tidak boleh melihat seseorang dari sisi keunggulannya saja, karena jika itu kita lakukan, maka kita akan berfikir bahwa kita tidak akan pernah mampu menyamainya, yang pada akhirnya akan mematahkan semangat dalam hidup. Kelemahan seseorang yang kita kagumi akan memberikan semangat sehingga kita akan menyadari bahwa setiap insan pasti punya kelemahan. Akhirnya kita akan terbiasa pada ucapan "itu aja punya kelemahan, apalagi saya". Biografi orang sukses perlu kita kaji,karena kita akan mengetahui perjalannya menuju kesuksesan. Dengan sering membaca biografi seseorang, kita akan menemui berbagai cara untuk mencapai apa yang kita cita-citakan. Kesuksesan tidak bisa di sulap dengan bimsalabim, akan tetapi harus dengan proses yang cukup melelahkan.
Kita tidak boleh mender karena latar belakang yang kita miliki, entah karena ekonomi yang tidak memadai atau apalah yang melatar belakangi. Banyak orang yang sukses berasal dari keluarga miskin. Pernah saya temui seorang kepala MAN, semenjak beliau masih menempuh pendidikan, beliau menjadi kuli sawah untuk membiayai sekolahnya. Harta kekayaan tidak begitu mempengaruhi kesuksesan seseorang, akan tetapi yang paling menentukan adalah diri kita sendiri yaitu kemauan. Jika kemauan itu telah tertanam dalam hati, maka pasti keinginan untuk mencapai apa yang kita harapkan akan hadir dalam kita. Bahkan banyak anak orang kaya yang gagal. Mereka kebanyakan menganggap bahwa kekayaan orang tuanya akan mencukupi hidupnya, mereka sudah menganggap sukses walaupun nebeng sama orang tuanya. Bagi anda yang mempunyai orang tua yang kaya, jangan anggap itu sebuah kesuksesan anda, karena masa depan kita bukan masa depan orang tua, tidak munkin kita hidup terus-menerus dengan mereka. 
Ternyata, kesuksesan tidak bisa diukur dengan uang, banyak orang yang mempunyai kekayaan melimpah tidak bisa menikmati kehidupannya. Salah satu contoh, koruptor, secara material mereka mempunyai banyak uang tetapi mereka tidak dicatat sebagai orang sukses. Koruptor yang notabene kaya, mereka adalah orang yang gagal tetapi banyak uangnya.
Definisi sukses sama sekali tidak ada kaitannya dengan uang. Menurut Dewi Aisyah, sukses adalah memanfaatkan dan mengaktulisasikan potensi yang di berikan oleh tuhan kepada kita untuk memberi manfaat bagi kelanjutan dan peningkatan kualitas hidup. Dari definisi itu, yang perlu kita tekankan adalah pemanfaatan potensi dan peningkatan kualitas hidup. Sesuai dengan hadis yang artinya "jika hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka orang itu termasuk orang yang beruntung. Jika hari ini sama dengan hari kemarin maka orang itu termasuk orang yang merugi dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin maka orang itu termasuk orang yang celaka". Dari hadis itu, sangat jelas bahwa kehidupan kita harus ada peningkatan kualitas dari hari ke hari. 
Untuk menggapai kesuksesan itu, ada beberapa hal yang harus kita benahi mulai diri kita sampai kepada sarana untuk mencapai tujuan. Pertanyaan yang sangat mendasar sekali adalah menanyakan tentang diri kita sendiri, menanyakan keunggulan kita dan menyusun rencana untuk masa depan.
A. Berfikir Positif
sering kita alami, ketika ingin melakukan sesuatu atau ketika kita mengikuti lomba, mempunyai perasaan negatif, deg-degan, sehingga sering kita tidak konsentrasi. Untuk menghilangkan itu, kita harus merubah perasaan itu menjadi perasaan positif. Samuel mulia mengatakan, kalau bisa menciptakian negative dan deg-degan, mengapa saya tidak memilih menciptakan hal yang positif? Seharusnya saya bisa karena yang menjalani saya juga, orang yang sama, dengan otak yang sama. (kompas, 11 januari 2009). Perasaan negative ada karena kita menciptakan sendiri. Mulai saat ini perasaan itu kita rubah menjadi positif. 
B. Pengenalan Diri
mempertanyakan diri sendiri sangat di perlukan untuk membangun optimisme diri. Who I am, merupakan pertanyaan mendasar yang tujuannya agar kita menyadari siapa kita sebenarnya. Where I come from, dengan menyakan ini pada diri, kita akan menyadari dari mana kita yang sebenarnya. Kalaupun kita harus berasal dari keluarga yang tergolongon pendidikan dan ekonominya lemah, karena kita sudah mempunyai keyakinan bahwa setiap insan pasti di lahirkan dengan potensinya, hal itu tidak akan berpengaruh negative bagi kita, bahkan bagi yang punya optimisme yang tinggi, itu akan di jadikan motivator dalam hidup. 
C. Membuat Titik Fokus
Setiap kita pasti mempunyai keinginan untuk memboyong semua yang kita harapkan. Tapi ingat, semua manusia tidak akan mampu di segala bidang. Dari itu kita perlu membuat titik focus dari semua apa yang kita harapkan. Focus dalam hidup itu merupakan ukuran ketika kita bertindak, tanpa fokus dalam kehidupan laksana kapas yang di terbangkan oleh angin, terombang-ambing kesana-kemari. Ada satu cerita yang patut kita teladani nilainya, yaitu, suatu hari mahaguru mengundang dua pemanah untuk di jadikan pengawal tetapnya, yang tentunya dengan ujian memanah burung yang sedang terbang. Mahaguru bilang kepada Pemanah I, "panah burung yang terbang itu, kira-kira kamu akan memanah bagian apanya?" Pemanah I menjawab "yang penting saya akan memanah dan burung itu harus mati". Setelah Pemanah I melepaskan busurnya ternyata tidak mengenai burung itu. Kemudian Mahaguru memanggil pemanah II dan menayakan hal yang sama, Pemanah II menjawab dengan tegas "saya akan memanah di bagian kepalanya". Setelah busur dilepas, ternyata pas mengenai di bagian kepalanya. Hikmah yang harus kita ambil dari cerita itu adalah bahwa punya focus dalam diri di masa depan memicu kita pada kesuksesan. Menurut Al-Rise focus sangat penting dalam hidup karena focus kekuatan laser bias mengalahkan sinar matahari menembus baja.

Good Luck

[...]

Amtsalil Qur'an

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu hakikat yang memiliki makna yang tinggi dan tujuannya akan lebih menarik dan akan menggugah hati pembaca apabila dituangkan dengan kerangka ucapan yang baik dan mendekatkan kepada kepemahaman, melalui analogi atau penyamaan dengan sesuatu yang telah diketahui secara yakin. Sudah barang tentu, apabila hakikat-hakikat yang mempunyai makna setinggi dan sebagus apapun tidak akan berpengaruh kepada pembaca, ketika penyajian dan pengucapannya tidak memiliki semacam nilai keindahan dan ketertarikan bagi pembaca, sehingga makna yang dikandung oleh hakikat itu akan sulit di tangkap oleh pembaca.
Tamtsil merupakan kerangka yang menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran, menyamakan hal yang ghaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan konkret dan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Tamsil adalah salah satu gaya Al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan . Dengan adanya tamtsil banyak makna yang, lebih indah , menarik dan mempesona. Oleh karena itu, tamtsil lebih mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya .
Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan karangan-karangan lain yang juga berbahasa arab, karena Al-Qur’an mempunyai bahasa yang begitu memukau. Al-Qur’an bisa menerangkan hal yang abstrak kepada yang konkret, sehingga maksud tujuannya bisa pahami dan dirasakan ruh dinamikanya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang terurai di atas dapat di tarik rumusan permasalahan, guna tidak terjadi perluasan pembahasan. Masalah yang akan di bahas adalah:
1. apa yang dinamakan amtsal?
2. unsur apa saja yang terdapat dalam amtsal?
3. ada berapa macam-macam amtsal?
4. apa fungsi dan tujuan amtsal?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amtsal 
Secara bahasa amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal yang artinya sama atau serupa, perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan. Di lihat dari wazannya, kata matsal, mitsil dan matsil sama dengan sabah, sibih dan sabih di dalam segi lafadz maupun maknanya .
Sedangkan secara terminology, amtsal adalah suatu ungkapan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan . Maksudnya, menyerupakan sesuatu (seseorang atau keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan. Misalnya, رب رمية من غير رام (betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja). Artinya, banyak pemanah yang mengenai sasaraan itu dilakukan pemanah yang biasanya yang tidak tepat lemparannya. Menurut ahli sastra, amtsal adalah ucapan yang banyak disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan orang dengan keadaan sesuatu yang dituju . Misalnya, firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 2, yang artinya “...itulah perumpamaan yang kami buat bagi manusia agar meraka berpikir”. Sedangkan menurut Ibnu Qayyim, amtsal adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan indrawi (kongkret) atau mendekatakan salah satu dari dua makhsus dengan yang lain dan menganggap salah satu satunya sebagai yang lain. Kemudian Ibnu Qayyim mengemukakan contoh-contoh yang sebagian besar berupa tasybih sharih (perumpamaan secara langsung), seperti firman Allah dalam surat Yunus:24:
“sesungguhnya masal kehidupan dunia itu adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit”. Sebagian lagi berupa tasybih dhimmi (penyerupaan secara tidak langsung). Seperti coontoh, 
“dan janganlah sebagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka kamu merasa jijik kepadanya” (al-Hujarat: 12). 
Menurut ulama tafsir, matsal adalah menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang tertancap di dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih (penyerupaan) maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
Ulama ahli bayan, memberikan definisi amtsal adalah bentuk majaz murakkab yang kaitannya atau konteksnya adalah persamaan. Maksudnya, amtsal adalah ungkapan kiasan yang majemuk, dimana kaitan antara yang disamakan dengan asalnya adalah karena adanya persamaan. 
B. Unsur-Unsur Amtsal Al-Qur’an
Amtsal terdiri dari beberapa unsur, sebagaimana dalam tasybih yang meliputi tiga unsur berikut:
1. al-musyabbah (yang diserupakan); yaitu sesuatu yang diceritakan 
2. al-musyabbah bih (asal cerita atau tempat menyamakan); yaitu sesuatu yang dijadikan tempat menyamakan
3. wajh al-syibh (segi atau arah persamaan), yaitu arah persamaan antara kedua hal yang disamakan tersebut.
Seperti firman Allah dalam surat yunus ayat 24
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya.........”
المشبة : kehidupan dunia
المشبة به : turunnya air hujan
وجه الشبة : perumpamaan kehidupan dunia yang singkat diserupakan dengan waktu turunnya hujan yang juga singkat.
Dalam kaidah balghah, matsal itu harus terdiri dari ketiga unsur itu. Begitu juga dengan amtsal Al-qur’an. Tetapi, menurut hasil penelitian para penulis Al-qur’an, amtsal Al-qur’an, baik yang berbentuk isti’arah, tasybih maupun majaz mursal, tidak selamanya harus ada musyabah bihnya sebagaimana yang berlaku dalam amtsal menurut para ahli bahasa dan ilmu bayan. Sebagaimna amtsal Al-qur’an yang disebutkan para pengarang ulumul Qur’an, ternyata mereka merangkum ayat-ayat Al-qur’an yang mempersamakan keadaan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik yang berbentuk isti’arah, tasbih ataupun majaz mursal, yang tidak ada kaitannya dengan dengan asal cerita .
Adapun alat penyerupaan yang terkandung dalam Al-qur’an, sebagaimana diterangkan oleh Moh. Chaziq Charisma dalam bukunya tiga aspek kemukjizatan Al-qur’an, adalah menggunakan hal-hal berikut:
1. menggunakan kaaf (ك), seperti dalam surat al-Qooriah ayat 4-5
“ Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran (4), Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”. 
menggunakan ka-anna (كان ), seperti dalam surat al-Qomar ayat 7- 
“ Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, (7), Mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. orang-orang kafir berkata: "Ini adalah hari yang berat.(8)"
Menggunakan kalimat fi’il yang menggunakan makna tasybeh. Seperti dalam surat al-Insan ayat 19 
“Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.”
Dengan membuang alat tasybeh dan wajah syibehnya. Seperti dalam surat an-Naba’ ayat 10. 
“Dan kami jadikan malam sebagai pakaian”

C. Macam-macam amtsal
Amtsal dalam Al-qur’an ada tiga macam; amtsal musarrahah, amtsal kaminah dan amtsal mursalah
1. amtsal musarrah
amtsal musarrah amtsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amtsal ini banyak di temukan dalam Al-qur’an. Seperti dalam surat al-Baqaroh ayat 17-20, yang artinya sebagai berikut:
“ Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat”(17) “Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (18) Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir” (19). Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu” (20)
Dalam ayat itu, Allah memberikan perumpamaan terhadap orang munafik dengan dua perumpamaan, yaitu diumpamakan dengan api yang menyala dan dengan air yang di dalamnya ada unsur kehidupan. Begitu pula Al-qur’an di turunkan, pertama untuk menyinari hati dan keduanya untuk menghidupkannya. Allah menyebutkan keadaaan orang munafik juga di dalam dua hal, mereka di umpamakan menghidupkan api untuk menyinari dan memanfaatkannya agar dapat berjalan dengan sinar api tadi. Tetapi sayang mereka tidak bisa memanfaatkan api itu, karena Allah telah menghilangkan cahayanya, sehingga masih tinggal panasnya saja yang akan membakar badan mereka, sebagaimana mereka tidak menghiraukan suara Al-qur’an dan hanya berpura-pura membacanya saja. orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, Karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas . Mereka walaupun pancaindera sehat, masih tetap di pandang tuli, bisu dan buta karena tidak dapat menerima kebenaran.
Mengenai matsal mereka yang berkenaan dengan air, Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan meletakkan jari-jemarinya untuk myumbat telinga serta memejamkan mata karena takut petir menimpanya. keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. mereka menyumbat telinganya Karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu .
2. amtal kaminah
amtsal kaminah adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafazh tamtsilnya (pemisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya . 
Sebenarnya, Al-qur’an sendiri tidak menjelaskan sebagai bentuk perumpamaan terhadap makna tertentu, hanya saja isi kandungannya menunjukkan salah satu bentuk perumpamaan. Intinya, amtsal ini merupakan perumpamaan maknawi yang tersembunyi, bukan lafdhi yang tampak jelas. Contoh, dalam surat al-Isra’ ayat 110
“Katakanlah: "Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu"
Dalam ayat itu, secara jelas tidak ada perumpamaan, tetapi ayat itu mengandung nilai keindahan. Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum . Berdasarkan ayat itu, yang menunjukkan ketidak bolehan mengeraskan suara dan ketidak bolehan untuk merendahkan, menurut sebagian ulama di pandang sebagai amtsal kaminah karena sesuai dengan sebuah ungkapan sebaik-sebaiknya perkara itu yang pertengahan. 
3. amtsal mursalah
Amtsal mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafazh tasbih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti contoh dalam surat al-baqarah ayat 216
“ Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.
D. Fungsi dan Tujuan Amtsal Al-qur’an
Dengan adanya amtsal Al-qur’an kaum muslimin lebih mudah memahami kandungan al-qur’an. Hal ini dapat di lihat dari hal-hal berikut ini: 
1. Pengungkapan pengertrian abstrak dengan bentuk kongkret yang dapat di tangkap indera, itu mendorong akal manusia dapat memahami ajaran-ajaran al-qur’an. Karena, pengertian abstrak tidak mudah di serap oleh sanubari, kecuali setelah digambarkan dengan hal-hal yang konkret sehingga mudah di cerna.
2. Matsal Al-qur’an dapat mengungkapkan kenyataan dan mengonkretkan sesuatu yang abstrak. Sebagaimana terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 275 yang mengumpamakan oarng-orang pemakan riba yang di tipu oleh hawa nafsunya, yang di serupakan dengan yang sempoyongan karena kemasukan setan.
3. Dapat mengumpulkan makna indah lagi menarik dalam ungkapannya yang singkat dan padat. Seperti dalam surat al-Mu’minun ayat 53.
4. mendorong orang giat beramal melakukan hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang menarik dalam Al-qur’an. Seperti firman Allah mengenai orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan diberikan kebaikan yang banyak, hal itu terdapat dalam surat al-Baqaroh ayt 261
5. Menghindarkan orang dari perbuatan yang tercela yang dijadikan perumpamaan dalam al-qur’an, setelah dipahami kejelekan perbuatan tersebut. Seperti Allah melarang bergunjing, yang terdapat dalam surat al-Hujurot ayat 12
6. Memuji orang yang di beri matsal, seperti Allah memuji para sahabat, yang terdapat dalam surat al-Fath ayat 29
7. Untuk menggambarkan dengan matsal itu sesuatu yang mempunyai sifat yang di pandang buruk oleh banyak orang. Misalnya tentang keadaan yang dikaruniai kitab Allah tetapi ia tersesat tidak mengamalkannya (al-A’raf ayat 175-176)
8. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan dapat memuaskan hati. Misalnya surat az-Zumar ayat 27.

BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
1. matsal adalah menampakkan pengertian abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang tertancap di dalam jiwa, baik dengan betuk tasybih (penyerupaan) maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
2. unsur-unsur matsal ada tiga yaitu:
a. al-musyabbah (yang diserupakan);
b. al-musyabbah bih (asal cerita atau tempat menyamakan); dan
c. wajh al-syibh (segi atau arah persamaan).
3. macam-macam amtsal ada tiga, yaitu: amtsal mursalah, amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
4. Pengungkapan pengertrian abstrak dengan bentuk kongkret yang dapat di tangkap indera, itu mendorong akal manusia dapat memahami ajaran-ajaran al-qur’an. Karena, pengertian abstrak tidak mudah di serap oleh sanubari, kecuali setelah digambarkan dengan hal-hal yang konkret sehingga mudah di cerna.

DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an digital
Al-qattan, Manna Khalil. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Jakarta pustaka litera antar nusa.
Charisma, Mohammad Chadziq. 1991. Tiga Aspek Kemukjizatan Al-qur’an. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Chirzin, Muhammad. 1998. Al-qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Djalal, Abdul. 1998. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Supiana dan Karman m. 2002. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika

[...]

Belajar dari Bencana

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

Oleh : Ach. Syaiful A'la

“Tiada bencana yang tidak bisa menjadi sebuah keberkahan, dan tidak ada keberkahan yang tidak bisa berubah menjadi bencana.” (Rechard Bach, Penulis AS).
Ada bermacam bencana yang diturunkan kepada manusia (Baca:Hasyim Muzadi, 2007). Pertama, bencana sifatnya mengingatkan manusia yang lupa (tazkirah), agar mereka menghentikan kesalahan yang mereka lakukan. Kedua, bencana beruapa azab, yaitu akumulasi dari pelbagai kerusakan dimuka bumi, sehingga Allah membinasakan seperti yang menimpa kaum sebelum Nabi Muhammad. Ketiga, musibah sifatnya netral. Artinya, musibah datang kepada kita diakibatkan oleh perbuatan orang lain.

Tulisan diatas sebenarnya menjadi renungan bagi kita bersama, disaat negara dilanda pelbagai macam bencana. Dimulai, 1 Januari 2007, dimulai dengan kecelakaan pesawat domistik Adam Air. 29 Januari, kereta api anjlok di Bange dua Cirebon Jawa Barat, yang kemudian diikuti dengan anjloknya beberapa kereta api yang lain dibulan-bulan berikutnya. 7 Pebruari, kapal Lavina tenggelam di Selat Sunda. 11 Maret, tenggelamnya K.M. Sanopati di Perairan Mandalika Jawa Tengah.
Kejadian berikutnya silih berganti, seperti 6 Juni, sebuah Bus masuk jurang di desa Karang Kemiri, Banyumas, Jawa Tengah dan seterusnya sampai bencana banjir, longsor, kebakaran hutan, kebakaran pasar, pabrik, pertokoan dan lain-lain.
Termasuk kereta anjlok dari rel, kereta bertabrakan, rangkaian gerbong lepas, gerbong amrol karena atapnya dimuati sekian banyak penumpang. Sampai longsor di lereng Gunung Lawu, kawasan Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Banjir yang melanda Ngawi-Caruban, Kabupaten Madiun, bahkan bisa dikalkulasi sekitar 13 kabupaten di Jawa Timur dalam tempo dekat ini dikepung bencana. Ratusan nyawa melayang, ratusan rumah, tempat ibadah, beberapa sekolah, jembatan ambruk, jalan raya tak bisa lagi digunakan karena genangan air, fasilitas komunikasi dan aliran listrik tak lagi berfungsi (Dumas, 2008).
Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 49 telah memberikan sinyal kepada kita, bahwa kerusakan yang terjadi di laut dan di darat diakibatkan oleh ulah-tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Mahatma Gandi, pernah mengingatkan dalam kalimatnya “Alam memang telah menyediakan segalanya, akan tetapi semua itu tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.”
Ada Keberkahan
Seolah berbicara bencana seperti tidak ada berkahnya. Yang namanya bencana jelas sesuatu yang sulit dan sangat menyusahkan, apalagi sampai makan korban jiwa. Semuanya mempunyai makna yang berarti.
Pertama, peringatan terhadap diri kita sendiri sebagai makhluk (khalifah) di bumi, bahwa alam ini amanah dari Allah SWT. untuk dipelihara, dilestarikan dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk mendekatkan kepada-Nya.
Tapi, terkadang kita lupa, berapa lama kita menikmati indahnya panorama alam, hampir tidak – bahkan sama-sekali – berterima kasih kepada Allah SWT. Baru ketika bencana banjir, longsor melanda, semua berlomba-lomba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Kedua, kebijakan pemerintah yang tidak memihak lingkungan. Seolah-olah pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hal ini bisa kita lihat munculnya beberapa bencana yang terjadi. Misalnya, kebijakan pemimpin yang tidak pro lingkungan, baik di level eksekutif, di lingkup legeslatif dan para penegak hukum.
Masyarakat sering disuguhi berita tentang lolos atau larinya pelaku illegal logging. Kalaupun ditangkap, vonis dan disanksi masih belum adil, karena tidak sepadan dengan perbuatannya berefek kerusakan lingkungan.
Berkaca Dari Bencana
Krisis moneter yang berkepanjangan berakibat tingginya angka kemiskinan. Manusia banyak kufur (nikmat) atas pemberian Allah SWT. Seperti Hadis Nabi : “kadal fakru ayyakuna kufran” (kefakiran bisa menjadi penyebab kekufuran).
Terkadang kita buruk sangka (su’udzon) kepada Allah SWT. kenapa bencana banyak terjadi hanya di Indonesia, mulai Sabang sampai Merauke? Sementara negara tetangga lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Australia tidak terkena bencana?
Kalau kita menyimak apa yang dipaparkan Hasyim Muzadi diatas, hal itu tidak perlu diperdebatkan. Bisa kita tilik, banjir dan longsor beberapa pekan ini terjadi disebabkan oleh penebangan hutan secara liar (manusia yang kufur nikmat).
Hutan tidak lagi berfungsi sebagai gudang air. Air hujan dari langit, pada akhirnya air tidak bisa diserap akar pohon di hutan atau pegunungan. Sehingga tak lagi mampu menampung luapan air, akibatnya banjir.
Lebih dalam lagi, penebangan hutan secara liar terjadi dianggap pekerjaan (profesi) oleh rakyat, karena kurangnya penyediaan lapangan kerja oleh pemerintah. Disamping pemerintah juga tidak pro lingkungan. Pada sebuah kesimpulan, penebangan hutan secara liarpun dianggap pekerjaan “halal” oleh rakyat. Padahal dampak negatifnya sangat besar.
Melalui tulisan ini, penulis berharap dengan adanya beberapa bencana, menjadi bahan evaluasi dan renungan bersama. Tidak hanya pemerintah yang dituntut sebagai pengambil kebijakan, begitu juga kita warga Indonesia bertanggung jawab menjaga kelestarian alam. Dengan mewujudkan sistem kepedualian terpadu antara pemerintah dengan rakyat, bencana tidak akan terulang lagi. Semoga!

[...]

Demokrasi Pendidikan

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

Peranan pendidikan dalam kehidupan kenegaraan akan banyak memberikan dimensi pembangunan karakter bangsa (nations character building). Aktualisasi karakter masyarakat dapat membentuk nilai-nilai budaya yang tumbuh pada komunitas lingkungan sosial-politik, baik dalam bentuk berpikir, berinisiatif, dan aneka ragam hak asasi manusia. Dengan demikian, pendidikan senantiasa melahirkan tata nilai kehidupan masyarakat dalam sistem kenegaraan yang di anut oleh suatu pemerintahan.
Pada kondisi negara yang memiliki heterogenitas masyarakat, cenderung menerapkan sistem demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan. Konteks demokrasi secara sederhana menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip utama dalam penerapan alam demokrasi adalah adanya pengakuan atas kebebasan hak individual (human right) terhadap upaya untuk menikmati hidup, sekaligus dalam mekanisme menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Sehingga, pada gilirannya dapat membentuk kondisi community development pada nilai-nilai keberagaman, baik berpikir, bertindak, berpendapat, maupun berkreasi.
Sistem demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip, keberagaman (heterogenitas) nilai-nilai masyarakat dalam suatu negara. Konsekuensi logis dari penerapan demokrasi adalah memberikan kebebasan bertindak pada setiap orang sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatif tertentu. Terbentuknya budaya demokrasi pada suatu negara banyak ditentukan oleh penerapan sistem pendidikan yang berlaku, sehingga semakin demokratis pelaksanaan pendidikan di suatu negara, akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran, tenaga, dan suaranya. Impact yang sangat kuat dari penerapan demokrasi pendidikan yaitu berkembangnya keberagaman pola pikir masyarakat, kreativitas, dan daya inovasi yang tinggi.
Demokrasi dalam dunia pendidikan memiliki konsekuensi bagi terbentuknya desentralisasi kewenangan, di mana pengelolaan pendidikan akan banyak ditentukan oleh pelaksana langsung, baik pengelola, tenaga kependidikan, maupun masyarakat dalam menciptakan isi (materi) sistem pembelajaran, termasuk pengembangan kualitas peserta didik. Di sisi lain, demokrasi pendidikan akan berdampak pula pada aspek kurikulum, efesiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan terhadap perolehan pendidikan masyarakat.
Demokrasi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, sebagaimana di atur dalam UU nomor 2 tahun 1989 BAB III pasal (5) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Artinya bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan, serta kemampuan mereka.
Letak geografis Negara Indonesia yang merupakan negara maritim terbesar dan mempunyai keberagaman kondisi masyarakat baik secara linguistik, budaya, agama, dan etnis, mengharuskan penerapan sistem pendidikan yang demokratis. Sejalan dengan adanya tuntutan reformasi, hingga pada pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999, telah memberikan paradigma baru dalam sistem pendidikan yang mengarah pada prinsip desentralisasi. Demokrasi pendidikan di Indonesia mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai pengembangan potensi nyata yang dimiliki oleh setiap daerah, dan pengembangan nilai-nilai hidup yang berlaku di dalam masyarakat suatu daerah. Namun, koridor tugas pendidikan tersebut tetap berpegangan pada koridor Negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi pendidikan ternyata merupakan suatu proses yang kompleks, oleh karena:
1. akan menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang konkret;
2. mengatur sumber daya serta pemanfaatannya;
3. melatih tenaga-tenaga (SDM) yang professional, baik tenaga guru maupun tenaga-tenaga manajer pada tingkat lapangan;
4. menyusun kurikulum yang sesuai, dan;
5. mengelola sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kebudayaan setempat1).
Sasaran desentralisasi pendidikan adalah sebagai program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk pemerintah daerah dalam mencapai tujuan PUS (pendidikan untuk semua). Peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan di saat ada kendala ekonomi yang serius merupakan tantangan yang sangat besar bagi para pengambil keputusan bidang pendidikan, sekolah, dan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang pendanaan, program-program yang berkaitan dengan persamaan kesempatan tersebut sering dianggap sebagai program nomor dua, dengan alasan efesiensi ekonomi. Pengalaman program desentralisasi di negara lain seperti di Filipina mengisyaratkan perlunya masalah pemerataan kesempatan ini dijadikan perhatian dalam pengalokasian berbagai sumber untuk menghindari disparitas di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat terlaksana secara tepat, diperlukan mekanisme penerapan demokrasi dalam pendidikan dan pendidikan dalam demokrasi. Hal tersebut sebagai upaya untuk membentuk budaya masyarakat dan pengambil kebijakan yang lebih mengedapankan pengakuan terhadap kesamaan hak dan kewajiban yang dilatarbelakangi oleh nuansa keberagaman.

II. Permasalahan
Demokrasi dan pendidikan merupakan suatu kondisi tata nilai yang harus dikembangkan dalam masyarakat yang heterogen, sehingga dimungkinkan dapat mengembangkan potensi daerah serta nilai-nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat. Demikian pula halnya dengan kondisi bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman letak geografis,
1) H.A.R. Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).hlm.88-89.
linguistik, budaya, dan agama, sangatlah bergantung pada pola-pola kebijakan yang mengakui adanya perbedaan dan keberagaman potensi dalam bentuk desentralisasi kebijakan.
Terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam penerapan demokrasi dan pendidikan di Indonesia, sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998, telah menciptakan laju inflasi yang tak terkendalikan, sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Dampak terbesar dari fenomena ini adalah menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Kendati pun pemerintah telah berupaya membuat kebijakan wajib belajar 9 tahun yang disertai dana kompensasi BBM serta bantuan jaring pengaman sosial, namun ironinya kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan bukanlah dijadikan prioritas utama dalam menghadapi kondisi kebutuhan hidup. Padahal, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan, dan semangat kerja. Secara jujur dapat kita katakana bahwa bangsa ini belum mampu mandiri dan terlalu banyak mengandalkan intervensi dari pihak asing. Meskipun agenda reformasi telah digulirkan untuk memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan menetapkan prioritas tertentu, hal tersebut belum berlangsung secara kaffah (menyeluruh) dan baru pada tahap mencari kesalahan orang lain.Pendidikan sebagai landasan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan semangat kerja masyarakat, dalam kondisi bangsa Indonesia yang memiliki rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, secara inheren akan memberikan kondisi bangsa yang sulit untuk dapat keluar dari kendali krisis multi dimensi. Terutama dalam hubungannya untuk membentuk budaya demokrasi dalam sistem kenegaraan kita. Peran pendidikan nampaknya masih dianggap sebagai ‘menara gading’ dalam segi kehidupan bermasyarakat, namun belum diupayakan sebagai bentuk investasi masa depan yang akan membentuk nilai-nilai hidup kemasyarakatan secara universalitas.
Rendahnya partisipasi pendidikan tentu akan membentuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga pemikiran kreatif, inovatif, dan progresif akan sukar untuk muncul dalam proses pembangunan bangsa dalam sistem kenegaraan demokrasi. Demikian pula halnya, pola penyelenggaraan pendidikan akan cenderung sukar untuk menjiwai nilai-nilai demokratis, sehingga tidak akan menumbuhkan kondisi kebebasan metode pendidikan yang beragam, dan masih bersandar pada doktrinisasi sebagai wujud penerapan kebijakan sentralisir.
2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Pemberlakuan demokrasi, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun pendidikan, memberikan konsekuensi terhadap pembaruan kebijakan yang harus disesuaikan dengan perkembangan tuntutan mayoritas masyarakat. Dalam dunia pendidikan, system pendidikan nasional yang selama ini masih menginduk pada UU nomor 1989, dinilai sudah usang dan mengharapkan perubahan ke arah kebijakan yang lebih democratis, khususnya pemberian kewenangan secara desentralisir.
Prinsip dasar diberlakukannya demokrasi pendidikan diarahkan pada terbentuknya partisipasi masyarakat di suatu wilayah untuk turut memikirkan dan mengejar kualitas pendidikan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Penerapan desentralisasi pendidikan terkait dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia sesuai UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Konsekuensi asas desentralisasi pendidikan yaitu berkembangnya penataan pendidikan local dalam membangun kemampuan masyarakat di sekitarnya, serta pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat yang diupayakan mampu berkiprah dalam pergaulan global.
3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghadapkan dunia pendidikan dalam situasi persaingan global. Sehingga berbagai kebijakan pendidikan diperlukan penyesuaian dengan standar kualitas universal. Kondisi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah, tentu dapat memberikan suasana penerapan pendidikan yang berbasis lokal (education based local), keadaan ini apabila tidak dapat ditata secara baik, akan memperparah kualitas pendidikan secara global. Oleh karena itu, prioritas kebijakan dalam era demokrasi, pendidikan diharapkan mampu mengolah potensi lokal dalam upaya mensejajarkan diri dengan tuntutan kualitas global (the think globally at locally).

III. Deskripsi dan Kajian Teori
Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu penetrasi peran yang serba instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas linguistik, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya: rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis. Dengan demikian pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan progresif.
Di Indonesia, penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah pendidikan di arahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di indonesia dalam mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Indra Djati Sidi (2000) mengemukakan empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkonstruksi dalam rangka otonomi daerah, baik untuk tujuan peningkatan mutu pendidikan, efesiensi pengelolaan pendidikan, relevansi pendidikan, maupun pemerataan pelayanan pendidikan, sebagai berikut.
1. Upaya peningkatan mutu pendidikan di lakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal normal (mainstream), dan unggula.
2. Peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

3. Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah.
4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal, serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat2).
Konsep desentralisasi dalam sistem otonomi pemerintahan sebagai wujud pelaksanaan demokrasi, memberikan landasan hidup masyarakat bahwa kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam komitmen penerapan demokrasi pendidikan sangat berhubungan dengan upaya pemberdayaan seluruh komponen bangsa dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan kebijakan yang diambil sesuai potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi dan pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1. Adanya kesamaan hak dan kewajiban.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan berpendapat, bertindak, dan berinisiatif.
3. Kebijakan yang ditempuh berlandaskan pada keberagaman nilai-nilai masyarakat.
4. Lebih mengutamakan kepentingan mayoritas.

2) E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).hlm. 6-7.

Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.
IV. Analisis dan Sintesis
Analisis demokrasi dan pendidikan, dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Aspek demokrasi.
Alam demokrasi memberlakukan nilai kehidupan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat adanya keberagaman kondisi masyarakat yang pluralistik, sehingga segala bentuk kebijakan politis senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas masyarakat. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a. adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem pemerintahan;
b. arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up;
c. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat;
d. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik;
e. kedaulatan negara berada di tangan rakyat.

2. Aspek pendidikan
Pendidikan sebagai suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada kemandirian hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Oleh karenanya, peran pendidikan senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan kualitas manusia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa, akan sangat bergantung pada kondisi sumber daya manusia yang cukup tinggi, sehingga dalam realitasnya dibutuhkan pola penyelenggaraan pendidikan yang mampu mengakomodir tuntutan kebutuhan lingkungan dan masyarakat.
Unsur-unsur utama yang berhubungan dengan pendidikan, meliputi:
1. adanya tujuan dan prioritas program yang jelas;
2. adanya peserta didik;
3. manajemen yang profesional;
4. struktur dan jadwal yang jelas;
5. isi (materi) yang tersedia;
6. tenaga kependidikan;
7. alat bantu belajar;
8. fasilitas;
9. teknologi;
10. pengawasan mutu;
11. penelitian;
12. biaya.
Ke dua belas unsur di atas, tentu harus dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia.
Berdasarkan pada analisis di atas, sintesis dari demokrasi dan pendidikan dapat di identifikasikan sebagai berikut.
1. adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus di arahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, dimana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2. adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke pucuk pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3. adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4. berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki komitmen bagi akuntabilitas publik.

V. Temuan-temuan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan uniformalitas penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran pelaksanaannya. Beberapa temuan kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1. Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat secara riil, sehingga pendidikan sering dinobatkan sebagai ‘menara gading’ di tengah keberadaan komunitas tertentu. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan.
2. Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3. Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung proses pembelajaran.

VI. Pembahasan
Berdasarkan pada beberapa permasalahan, sintesis dan analisis, serta temuan-temuan dalam hubungannya dengan demokrasi dan pendidikan, penulis mencoba mengkaji dengan beberapa sudut pandang yang terangkum dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan. Hal yang sepatutnya diterapkan dalam upaya menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat, adalah pengaturan kebijakan publik yang memberi peluang kepada masyarakat dalam menentukan model, materi, serta kualitas pendidikan sesuai kebutuhan tuntutan masyarakat dan lingkungan, sehingga peran pendidikan akan dijadikan sebagai landasan bagi peningkatan kemampuan potensi lokal serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan.

2. Rendahnya Inisiatif kebijakan yang demokratis.
Berlakunya demokrasi pendidikan secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar. Demokrasi tentu saja dapat mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.

3. Tantangan kehidupan Global.
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun prakarsa seyogyanya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global. Pemikiran yang fundamental dalam kerangka demokrasi pendidikan menuju globalisasi adalah dengan prinsip the think globally at locally.

VII. Simpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kulaitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Demokrasi pendidikan di Indonesia, dipengaruhi oleh suatu kondisi pluralisme masyarakat yang memiliki heterogenitas linguistik, budaya, agama, dan letak geografis. Sehingga keseragaman pola pendidikan yang pernah dilakukan pada pemerintahan orde baru, sangatlah tidak tepat, sehingga akan menciptakan karakter bangsa yang seba seragam. Oleh karenanya, pada era reformasi, demokrasi pendidikan mengalami pergeseran paradigma ke araha keberagaman. Bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda untuk dikembangkan, serta adanya komitmen terhadap pengakuan kebebasan berpikir, pendidikan sebaiknya mencoba memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam menentukan kualitas kemampuan peserta didik serta pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku.
Permasalahan yang dihadapi dalam demokrasi dan pendidikan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, rendahnya inisiatif kebijakan demokratis, serta tantangan era globalisasi. Adapun sintesis dan analisis yang diambil sebagai prinsip dasar pelaksanaan demokrasi pendidikan adalah adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Berbagai masalah serta hasil analisis dan sintesis, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menumbuhkan demokrasi diperlukan suatu pendidikan yang turut menunjang peningkatan kualitas masyarakat yang dapat memahami budaya demokras, serta pendidikan yang demokratis sangat ditunjang oleh sistem kenegaraan yang demokratis. Untuk menyerasikan muatan demokrasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, diharapkan prakarsa kualitas pendidikan disamping harus memperhatikan potensi lokal yang dimiliki, juga harus mampu melihat peluang dan tantangan kebutuhan kualitas secara global. Hal tersebut diupayakan agar sistem pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu berkiprah dalam pergaulan nasional, namun dalam era globalisasi perlu memperhitungkan persaingan secara internasional.
[...]

Psikoterapi Ruqyah

Posted by Counseling Students Association Jumat, 07 Mei 2010 0 komentar

Artinya: “……Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin….” (Al-Fusshilat:44)

Dalam proses kelangsungan hidup umat islam, banyak hal-hal yang dapat diturunkan dari Al-Qur’an dan Hadits untuk menyelesaikan permasalahan, salah satunya adalah proses penyembuhan yang dilakukan oleh orang islam yakni terapi Ruqyah (mantra). Terapi ini merupakan implemtasi dari kata “Syifa’” pada ayat di atas. Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci yang membawa petunjuk bagi kehidupan dan sebagai penawar (penyembuh) dari berbagai penyakit. Tentunya Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit kalau tidak ada obatnya. 
Sebenarnya penyembuhan dengan ruqyah itu tidak hanya terjadi pada masa Rasulullah tetapi sudah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Pada masa jahiliyah, telah dikenal pengobatan ruqyah. Namun ruqyah kala itu banyak mengandung kesyirikan. Misalnya menyandarkan diri kepada sesuatu selain Allah, percaya kepada jin, meyakini kesembuhan dari benda benda tertentu, dan lainnya. Setelah Islam datang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ruqyah kecuali yang tidak melanggar kesyirikan. 
Pada masa Rasulullah, beliau pernah ditanya tentang Ruqyah oleh seorang sahabat “apakah boleh menyembuhkan orang sakit dengan meruqyah” rasul menjawab “semasih hal itu bisa bermanfaat untuk orang lain lakukanlah”. Ini menunjukan bahwa rasul telah membolehkan proses penyembuhan dengan ruqyah semasih metodenya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran islam.
Ibnu Qayyim Al jauziah menyebutkan, bahwa pengobatan yang dilakukan Rasulullah SAW. terhadap suatu penyakit ada tiga macam. Yaitu : dengan pengobatan alami, pengobatan Ilahi (ruqyah) dan dengan gabungan dari keduanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perlihatkan kepadaku ruqyah kalian, dan tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak ada unsur syirik." ( HR. Muslim )
Di Indonesia, penyembuhan cara ini juga banyak kita temui di desa dan diperkotaan utamanya bagi kalangan yang sederhana. Namun dalam praktiknya, para peruqyah bermacam-macam sesuai dengan latar belakang kehidupan, agama dan aliran kepercayaannya. 

Pengertian Ruqyah
Ruqyah adalah jampi-jampi atau mantera. Ruqyah secara syar'i ( Ruqyah Syar'iyah ) adalah jampi-jampi atau mantera yang dibacakan oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau menghilangkan gangguan jin atau sihir atau untuk perlindungan dan sebagainya. Dengan hanya menggunakan ayat-ayat Al-Quran dan doa-doa yang bersumber dari hadiths-hadiths Rasulullah SAW yang dapat difahami maknanya selama tidak mengandungi unsur kesyirikan. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Qur’an dan doa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sedangkan definisi psikoterapi ruqyah adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral maupun fisik dengan melalui bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan kata lain psikoterapi ruqyah berarti suatu terapi penyembuhan dari penyakit fisik maupun gangguan kejiwaan dengan psikoterapi dan konseling Islami dan menggunakan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa Rasulullah. Jadi segala macam bentuk penyakit, maka ruqyah merupakan terapi sekaligus pengobatan untuk segala jenis penyakit 
Secara umum Ruqyah ada dua macam: Pertama, Ruqyah yang diperbolehkan oleh syari'at Islam iaitu disebut Ruqyah Syar'iyah. Para ulama sepakat membolehkan Ruqyah dengan tiga syarat ;Dengan mempergunakan firman Allah ( ayat-ayat Al-Quran ) atau nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Mempergunakan Bahasa Arab atau bahasa yang dapat difahami maknanya. Berkeyakinan bahwa zat Ruqyah tidak berpengaruh apa-apa kecuali atas izin Allah SWT.
 Kedua : Ruqyah yang tidak dibenarkan oleh syari'at Islam (ruqyah Syirkiyah), yaitu Ruqyah dengan menggunakan bahasa-bahasa yang tidak difahami maknanya atau Ruqyah yang mengandung unsur-unsur kesyirikan. Ruqyah ini biasanya disebut sihir yang proses penyembuhannya lebih lebih cepat namun berdampak negative terhadap dirinya di dunia dan akhirat.
Metode Ruqyah
Penyembuhan ruqyah adalah penyembuhan yang langsung meminta kepada Allah untuk menyembuhkan penyakit dengan membacakan ayat-ayat Qur’an dan doa-doa yang telah dianjurkan oleh Rasul. Maka metodenya harus sesuai dengan ajaran islam. Para ulama sepakat membolehkan Ruqyah dengan tiga syarat ;Dengan mempergunakan firman Allah ( ayat-ayat Al-Quran ) atau nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan Sunah Rasul. Mempergunakan Bahasa Arab atau bahasa yang dapat difahami maknanya. Berkeyakinan bahwa zat Ruqyah tidak berpengaruh apa-apa kecuali atas izin Allah SWT. 
1. Persiapan Sebelum Psikoterapi Ruqyah.
a. Berwudhu.
Para Pasien sebelum mengikuti prosesi terapi ruqyah harus berwudhu terlebih dahulu untuk mesucikan dirinya agar dirinya selalu dijaga malaikat yang ditugaskan Allah SWT. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda; ”Bersucilah kamu atas tubuh kamu. Sesungguhnya tiada seorang hambapun akan terjaga kebersihannya melainkan dia menjaga kebersihannya tentang pakaian atau lain-lainnya yang dia miliki. Tidak akan terjadi perkara jahad melainkan berkata malaikat: ”Ya Allah! Ampunkanlah hamba-Mu ini karena sesungguhnya dia menjaga kesuciannya (berwudhu).” (HR.Thabrani). 
b. Mendengarkan Nasehat-Nasehat Agama dan Petunjuk Pelaksanaan Psikotrapi Ruqyah.
Para pasien dinasehati agar tidak berbuat syirik kepada Allah SWT yaitu memegang teguh kalimah Lailahailallah dalam setiap tindakan dan perbuatan, selalu mendekatkan diri pada Allah dengan melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah. Menjauhi sikap ujub, takabur, riya dan sikap-sikap setan lainnya, dalam setiap ikhtiar yang dilakukan selalu menyerahkan urusannya pada Allah, karena tiada daya upaya selain pertolongan Allah semata. Para pasien juga diberitahu apa yang harus dilakukan pasien dalam prosesi terapi ruqyah agar dapat berhasil dengan baik dan sempurna.
c. Berbaring atau duduk dengan mengambil sikap relaksasi tubuh (otot) yang enak dan nyaman dan relaksasi fikiran. Dengan berbaring atau duduk dengan melemaskan dan mengendorkan semua bagian tubuh termasuk otot sehingga relaksasi akan gampang tercapai dan akhirnya konsentrasi.
2. Pelaksanaan Psikoterapi Ruqyah
Pelaksanaan terapi ruqyah tidak membutuhkan alat-alat yang aneh seperti ayam putih, darahnya kambing putih dan lain sebagainya. Tetapi hanya cukup membacakan ayat Al-Qur’an dan atau doa-doa dengan memohon kepada Allah agar disembuhkan. Hanya saja tidak boleh mengagungkan ruqyahnya, dalam artian ruqyah itu hanya prasyarat sedangkan yang menyembuhkan adalah Allah. Dengan membacakan yang demikian, hati seseorang bisa tenang. Dan kalau sudah tenang hatinya maka semua peredaran darah akan mengalir normal karena sesungguhnya pusat dari berbagai tindakan dalam manusia adalah hati.
Biasanya para peruqyah untuk menenangkan hati pasien, peruqyah berzikir dan berdoa karena dengan itu hatinya akan tenang sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dijelaskan 
             
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Dalam pemahaman agama Islam kalbu atau jiwa merupakan pusat dari diri manusia. Segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia berpangkat pada kalbu. Ini sesuai dengan salah satu arti kata qalb menurut Moniuddin yaitu inti, pusat, sentral. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa berbagai bentuk gangguan jiwa berpangkal dari kalbu yang didominasi oleh dorongan hawa nafsu negatif (iri, dengki, memaksakan kehendak, anti sosial, dorongan berbuat kejahatan) dengan kata lain mempunyai hati yang sakit. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa dalam diri manusia ada “segumpal daging” (menunjuk aspek fisik dari kalbu), yang jika”daging” itu baik atau sehat maka baiklah (sehatlah) seluruh diri manusia dan sebaliknya; ”daging itu tidak lain adalah kalbu (aspek rohani manusia).








[...]

Profil COSA

Posted by Counseling Students Association Kamis, 06 Mei 2010 0 komentar

A. Latar Belakang
Konsentrasi Bimbingan dan Konseling pada jurusan Kependidikan Islam mempunyai tujuan untuk mencetak konselor yang profesional. Konsekwensi logis dari tujuan tersebut adalah keharusan bagi lembaga untuk menyediakan fasilitas yang menunjang mahasiswa untuk menjadi konselor professional dan pengajar yang professional. Pada kenyataannya tidak demikian, fasilitas seperti laboratorium dan alat-alat penunjang lainnya tidak ada bahkan pengajar yang tidak mempunyai latar belakang Bimbingan dan Konseling juga mengajar konseling. Mungkin pada tataran teori mereka bisa tapi pada tataran praktiknya hamper tidak mengerti sama sekali. 
Tak heran jika banyak keluhan alumni BK yang tidak diterima disekolah-sekolah sebagai guru pembimbing. Harapan mereka pupus ditengah jalan. Tidak hanya itu, bagi mahasiswa yang melakukan praktik kerja lapangan (PKL) harus kebingungan ketika dihadapkan dengan dunia nyata karena mereka tidak pernah melakukan praktikum dikampusnya.
Oleh karena kenyataan itulah pemikiran mahasiswa terbagi menjadi dua: mahasiswa yang mulai resah bahkan menyesal mengambil jurusan KI yang bagi mereka dianggap jurusan banci (tidak jelas arahnya) dan mahasiswa yang melihat kenyataannya itu sebagai tantangan yang harus dilalui, mereka menganggap bahwa fasilitas dan pengajar yang professional bukanlah segala-segalanya untuk mencetak konselor yang profesional akan tetapi tergantung pada keinginan mahasiswanya sendiri, mau menjadi konselor profesional atau tidak! Dari itulah Counseling Students Association (COSA) digagas untuk menambah pengetahuan konseling yang dibentuk dalam kajian, pelatihan dan penelitian diluar kampus. 
Counseling Students Association (COSA) adalah sebuah komunitas belajar yang dirintis oleh sekelompok mahasiswa Tarbiyah jurusan kependidikan islam yang mengambil konsentrasi di bimbingan konseling (BK) karena tidak puas dengan system pembelajaran yang ada di Jurusannya. COSA mulai lahir pada tanggal 9 Desember 2009, yang bertempat di perguruan tinggi IAIN Sunan Ampel Surabaya setelah melalui proses panjang dan tantangan yang terus menimpa, bahkan sesekali ada sekelompok organisasi yang sengaja menghambat dan menggembosi keinginan segelintir mahasiswa itu.
 
COSA bermaksud menjadi salah satu sarana untuk pengembangan dan pembentukan intelektual mahasiswa IAIN Sunan Ampel pada umumnya dan mahasiswa konsentrasi BK pada khususnya, terkait bidang bimbingan dan konseling. Dari itulah, diharapkan alumni COSA menjadi pendidik dan Konselor yang profesional. 
B. Visi
Counseling Students Assosiation (COSA) adalah terwujudnya para pendidik dan para konselor yang profesional, berwawasan dan berengetahuan tinggi dan mampu bersaing di ranah regional maupun nasional.
A. Misi
1. Menciptakan insan intelektual yang mempunyai moral dan budi pekerti yang baik
2. Mencetak mahasiswa yang alim terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling melalui berbagai kajian, pelatihan dan penelitian.
3. Menjadikan pendidik dan konselor yang berwawasan dan mempunyai jaringan yang luas.
4. Membangun karakteristik mahasiswa yang progresif dan peka terhadap tantangan zaman



   


[...]

Pendidikan dan Perkembangan anak

Posted by Counseling Students Association Sabtu, 01 Mei 2010 0 komentar

Membicarakan tentang perkembangan anak, para pakar berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa anak dalam perkembangannya itu dipengaruhi oleh factor dari dalam, yaitu factor yang telah di bawah sejak lahir (Schopen Houwer dan Jean Jaques Rousseau). Tetapi para pakar yang lain, mengatakan bahwa perekembangan itu dipengaruhi oleh factor luar (John Locke). Beliau mengatakan bahwa anak yang baru lahir bagaikan kertas putih yang kosong yang terkenal dengan tabularasa. Hal senada juga terungkap dalam hadits yang artinya “setiap manusi itu dilahirkan dengan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya majusi dan nasrani ”. 
Dari kedua pendapat itu, saya kira, sama-sama menentukan dalam perkembangan anak. Tetapi walaupun demikian masih kita temui banyak anak yang cenderung tumbuh dengan dominasi factor dalam saja atau sebaliknya. Hal itu terjadi karena proses didikannya kurang tepat. Sehingga ada ahli yang mengatakan “you can take boy out off the country, but you can’t take country out off the boy”. Tetapi dalam tulisan ini saya akan membahas tentang beberapa factor luar saja.
faktor luar adalah segala sesuatu yang berada di luar anak itu sendiri yaitu lingkungannya atau milieu. Sejak baru dilahirkan, seorang anak berkontak langsung dengan lingkungan. seperti ibunya, masyarakat dan lama kelamaan ia akan berbaur dengan dunia yang lebih luas. Seorang anak mulai bisa menyerap apa-apa yang sedang terjadi dilingkungannya. Secara tidak terasa, Lingkungan akan memberikan pendidikan yang banyak pada anak, hanya saja kita tidak menyadari tentang hal itu. Sering kita dengar, bahwa ada orang Madura misalnya, ketika ia hidup diluar daerah Madura, maka ia sesekali akan menampakkan prilaku yang pernah ia serap dilingkungan asalnya. Karena ia sudah di didik oleh lingkungan Madura. Itulah pengaruh pendidikan yang sangat urgen bagi perkembangan anak.
Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usaha sadar dari orang dewasa normatif yang disebut pendidikan, sedang yang lain disebut pengaruh. Lingkungan yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi anak ada 3, yaitu : Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan ini disebut lembaga pendidikan atau satuan pendidikan. Tiga lingkungan inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
A. Pendidikan Keluarga
Sebenarnya, anak ketika masih berada dalam kandungan, ia sudah dapat merasakan apa yang terjadi pada orang tuanya. Pada waktu itu pula, ia mulai menyerap pendidikan. Sehingga bagi umat islam ketika hamil dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an. Ketika seorang bayi lahir maka langsung dihadapkan dengan realita yang pada akhirnya realita itu akan mencetak karakter anak itu sendiri (character building).Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Disinilah pertama kali ia mengenal nilai dan norma. Karena itu keluarga merupakan pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Pendidikan dilingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuh kembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius. Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangna berikutnya, khususnya dalam perkembangn pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan berikutnya. Banyak orang mengatakan kepada seorang anak “kamu mirip sekali dengan orang bapak atau ibunya.” Bahkan ada pribahasa ynag menerangkan “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Pribahasa ini mempunyai persepsi bahwa prilaku anak itu merupakan bawaan dari orang tuanya, tetapi selain sifat bawaan itu anak juga juga akan memotret prilaku orang tuanya, dimana orang tuanya tidak menyadari kalau prilakunya direkam oleh anaknya. Disitulah peran orang tua untuk memberikan teladan yang baik.
Pendidikan dilingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang, kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak. Hubungan emosional yang kurang dan berlebihan akan banyak merugikan perkembangan anak.
Didalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral. Keteladanan orang tua didalam bertutur kata dan berprilaku sehari-hari akan menjadi wahana pendidikan moral bagi anak didalam keluarga tersebut, guna membentuk manusia susila.
B. Pendidikan Masyarakat
Ketika seseorang terus-menerus berkontak dengan lingkungan masyarakat, maka anak itu akan diwarisi sikap dan pola prilaku yang sesuai dengan lingkungannya itu. Walaupun tidak semua anak akan mengikuti keadaan lingkungannya secara keseluruhan. Salah contohnya adalah: anak desa pada akhirnya akan cenderung menajadi petani. Sedangkan orang kota karena lingkungannya terus menerus berkolaborasi dengan bermacam kegiatan maka profesi anak kota bermacam-macam. Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
C. Pendidikan Sekolah
Anak yang sedang berkembang memerlukan bantuan dari manusia dewasa untuk memahami lingkungan sekitarnya dan menguasai keterampilan-keterampilan tertentu, agar menjadi manusia sebagai pribadi seutuhnya. Untuk membentuk anak sebagai pribadi yang utuh tidak cukup hanya dalam lingkungan keluarga dan sosialnya, tetapi tempat khusus yang mampu memberikan bantuan secara terarah, bertujuan, dan sistematis, berupa institusi pendidikan formal yang disebut ”sekolah”. Sekolah merupakan tempat belajar yang terencana dan terorganisasir, yang melibatkan kegiatan proses belajar mengajar dengan tujuan menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri anak.
Fokus pendidikan di sekolah adalah membantu anak yang sedang berkembang dalam semua aspek. Dalam perspektif perkembangan masa hidup, Santrock (2004) mendefinisikan perkembangan sebagai pola gerakan kompleks atau perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia. Pola gerakan kompleks ini disebabkan oleh interaksi yang terus menerus dari proses biologis, kognitif dan sosioemosional.
Disinilah potensi anak akan ditumbuh kembangkan. Sekolah merupakan tumpuan dan harapan orang tua, masyarakat, dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen dan pemberi jasa yang sangat erat hubungannya dengan pembangunan.
Dengan adanya tuntutan untuk menjadikan perkembangan anak itu, lembaga pendidikan berkewajiban untuk selalu memberikan bimbingan yang mengarah pada prospek masa depan. Pendidik harus memiliki kapabilitas yang memadai untuk terus merespon dan mengarahkan perkembangan anak. Sehingga yang namanya manusia seutuhnya akan tercapai. Amien..
[...]

"Parlemen Online" vs Lembaga Parlemen

Posted by Counseling Students Association 0 komentar

Hari-hari ini sebagian besar perhatian rakyat Indonesia, tak terkecuali di Kalbar, tersedot pada kasus Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah (KPK) melawan kepolisian RI (dan pihak terkait lainnya). Rakyat, senang atau tidak, "dipaksa" untuk memberi perhatian pada kasus ini karena dua hal. Pertama, kasus ini membuka kebobrokan yang selama ini diduga terjadi pada institusi penegak hukum kita dan rakyat ingin institusi-institusi ini dibersihkan dari mafia-mafia hukum--meminjam istilah Presiden SBY. Kedua, media massa cetak dan elektronik yang hampir tiap detik mengabarkan perkembangan kasus ini sehingga penonton yang semula tidak tertarik, akhirnya mengikuti perkembangan kasus ini.
Dalam kasus ini (Bibit-Chandra vs Polri), ada dua hal yang paling menarik perhatian kita. Pertama, materi kasus, yakni persoalan penolakan tuduhan dan klaim kebenaran dari masing-masing pihak, baik Bibi-Chandra; Polri; Kejaksaaan maupun para saksi kunci: Anggodo, Ari Muladi, Susno Duadji, AH. Ritonga, Wisnu Subroto dan lainnya. Kedua, yang sangat fenomenal adalah lahirnya kekuatan baru, yakni kekuatan dunia maya yang menjadi semacam "parlemen online". Fenomena "parlemen online" ini telah menjelma menjadi kekuatan baru sebagai kelompok penekan (pressure group) dan penyalur aspirasi rakyat yang sesungguhnya. Jaleswari Pramodhawardani, peneliti LIPI mengatakan bahwa "parlemen online" bahkan dinilai berhasil menjalankan fungsi parlemen sebenarnya dibanding anggota parlemen di Senayan (Kompas 6/11).
Dunia maya telah menggantikan kekuatan massa rakyat. Pada era silam, orang harus berkumpul untuk meruntuhkan kekuasaan. Lihat saja Ferdinand Marcos di Filipina tumbang; Soeharto yang 32 tahun berkuasa di Indonesia bisa runtuh. Dalam gerakan massa ini diperlukan "orang berpengaruh". Filipina butuh Kardinal Sin, reformasi Indonesia 1998 perlu Amien Rais, Abdurahman Wahid, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan para orator mahasiswa. Kini peoples power tidak perlu "orang berpengaruh". Mereka tidak perlu kordinator lapangan ataupun mencari sumbangan. Orang pun memakai Facebook dan Twitter dan situs jejaring social lainnya. Siapa yang kenal dengan pembuat "Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto"? Hampir 99 persen pendukung gerakan ini (sebelum Usman Jasin, pembuatnya, nongol di tv) tidak mengenal wajahnya dosen Universitas Muhamadiyah Bengkulu ini.
Sejak dibuat tanggal 29 Oktober 2009 sampai Senin pagi (9/11) telah 1,133,257 Facebookers mendukung Bibit dan Chandra. Artinya rata-rata perhari pendukung gerakan ini bertambah 94.438 orang. Jumlahnya akan terus bertambah. Saya setuju dengan Jaleswari bahwa melonjaknya partisipasi publik melalui Facebook, Twitter dan jejaring social lainnya menunjukkan bagaimana demokrasi dimanfaatkan publik sebagai sarana kebebasan mengekspresikan gagasan dan kemarahan, sekaligus merepresentasikan ketidakpuasan terhadap pertanggungjawaban politik elitenya. Para elite dimaksud menunjuk institusi penegak hukum seperti kejaksaan, peradilan, dan polisi yang dianggap angkuh dalam kekuasaan, tercermin dalam jargon "cicak lawan buaya" yang diperkenalkan Susno Duadji, seorang petinggi Mabes Polri.
Gerakan Facebookers pendukung Bibit-Chandra ini kasus kedua di Indonesia. Gerakan massa rakyat melalui dunai maya (peoples power online) yang pertama adalah dalam kasus Prita Mulyasari, penulis e-mail yang dipenjarakan Rumah Sakit Omni Internasional. Prita yang mendapat dukungan dari dunia maya kemudian dikeluarkan dari tahanan dan aparat yang bobrok ditindak.
Penguasa jangan meremehkan gerakan parlemen online ini. Kini Facebook dan Twitter, dua diantara beragam situs jejaring social, sedang digilai masyarakat Indonesia. Pengguna Facebook tercatat sekitar 11,8 juta dan Twitter 1,8 juta. Dua media ini sekarang mempunyai dampak besar di Indonesia. Dalam sekejap, sebuah pesan dapat menyebar kemana-mana; apalagi isunya sedang hangat. Siapa pengguna jejaring social ini? Menurut Wicaksono (Koran Tempo 7/11) mereka adalah berusia produktif 18-35 tahun, terdidik, berstatus social ekonomi menengah keatas dan akrab dengan internet. Mereka berseliweran di kampus, café, kantor dan tempat mentereng lainnya baik dengan laptop maupun handphone.
Parlemen online ini menggambarkan kemarahan rakyat terhadap para wakilnya. Mengutip pendapat sejumlah tokoh berpengaruh di tanah air, Kompas menulis dalam headlinenya " DPR melawan suara rakyat "(headline Kompas 7/11). Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan bahwa DPR tidak bisa lagi diharapkan mewakili suara rakyat. DPR malah menjadi pembela polisi. Ketika suara rakyat sudah begitu meluas, DPR seperti tidur. Tapi begitu mendengar penjelasan Kapolri, DPR seakan sudah mendengar kebenaran.
Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Yudi Latif menilai DPR telah menentang arus besar rakyat, tidak kritis, dan pembela polisi. Mayoritas kekuatan DPR telah dipakai oleh kekuasaan. "DPR menunjukkan kepada publik secara telanjang bagaimana kualitas yang sesungguhnya,"kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang.
Seperti yang sudah diduga, penjelasan Kapolri di DPR yang secara tidak langsung ingin mendapat dukungan rakyat, ternyata sulit mengubah opini masyarakat tentang terjadinya kriminalisasi terhadap KPK. INi terbukti dengan terus meningkatnya dukungan terhadap Bibi dan Chandra melalui sejumlah aksi dan di jejaring sosial.
Kita tentu sependapat dengan Mahfud MD, Ketua MK agar penguasa jangan melawan arus kekuatan rakyat. "Siapa yang meremehkan gerakan rakyat akan tergilas. Kalau pemerintah tidak bisa memberi keadilan, rakyat akan mencari keadilan sendiri,"ujarnya.
Bagaimana dengan di daerah? Bagaimana DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota kita? Apakah mereka setali tiga uang dengan parlemen di Senayan? Apakah DPRD benar-benar menjalankan fungsinya atau sekedar tukang stempel kebijakan eksekutif? Mari kita membuktikannya bersama.[EvP]
Kekuatan Parlemen Online
Saat reformasi, kelompok masyarakat kelas menengah progresif lebih memilih turun ke jalan menggelar parlemen jalanan. Kini dukungan kelas menengah menjadi gerakan parlemen online.
Ketika reformasi bergulir pada 1998, masyarakat dan kelas menengah progresif (mahasiswa) menjadi sebuah kekuatan yang mampu menumbangkan rezim penguasa. Saat itu mahasiswa dan masyarakat memilih turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya.
Banyak kalangan menyebut aksi mereka sebagai parlemen jalanan mengingat parlemen legal (DPR) saat itu dinilai tak mampu menyuarakan aspirasi rakyat yang menuntut perubahan. Saat itu memang ada gesekan demokratisasi yang tengah mencari arah. Mahasiswa sebagai kelompok kelas menengah progresif memilih keluar terlebih dahulu dari kotak kenikmatannya selama Orde Baru.
Mereka seraya melakukan "investasi politik", yang hasilnya dinikmati di masa datang. Sementara kalau bertahan di kotak, hanya menjadi "konsumsi politik" yang akan lindap.
Jika saat itu banyak kelas menengah memilih turun ke jalan, maka akan berbeda situasinya dengan sekarang. Kini muncul pemikiran dan kesadaran kelompok masyarakat kelas menengah, khususnya di perkotaan dalam menyuarakan aspirasinya terhadap suatu isu. Sementara teori gerakan menyatakan harus terjadi efek bola salju. Kelas menengah sebagai poros perubahan secara sadar dilanda keterbatasan ruang dan waktu sehingga irisannya adalah silaturahmi interaktif dengan media internet.
Saat ini internet telah menjadi alat masyarakat untuk berkomunikasi secara efektif, efisien, dan ekonomis. Jauh lebih filosofis dari itu semua adalah keinginan dari para kaum pandai untuk berinteraksi dengan komunitasnya. Kelas menengah juga mulai menyadari bahwa kunci sukses rasionalitas politik ekonomi bangsa adalah meratanya penyebaran informasi publik menuju terciptanya komunitas informasi masyarakat yang sehat dan dewasa.
Dengan akses informasi yang cukup, masyarakat dapat memutuskan untuk berpikir mengikuti, mengabaikan yang remeh temeh, atau juga meluruskan yang bengkok. Hal inilah yang kini terjadi pada dukungan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.
Di mana dua tokoh KPK itu tak hanya mendapat dukungan moril dari aksi-aksi masyarakat di dunia nyata,tetapi juga di dunia maya. Lewat jejaring sosial Facebook misalnya, kelompok masyarakat kelas menengah memberikan dukungannya. Artinya, dukungan terhadap Bibit-Chandar tidak hanya di jalanan yang dilakukan masyarakat lewat parlemen jalanan, tetapi juga dilakukan kelompok masyarakat di dunia maya lewat parlemen online.
Para pemakai internet rata-rata masyarakat kelas menengah kota seperti pelajar, mahasiswa, dan pemuda terdidik lainnya. Mereka memiliki cara berpikir yang relatif bersih dari kontaminasi berbagai kepentingan. Tak heran suara mereka dalam dunia maya sangat jernih. Ini bisa kita cermati dalam tema-tema diskusi yang muncul.
Sebagai catatan, berdasarkan data Checkfacebook, situs yang mengamati perkembangan pengguna jejaring sosial Facebook, pada awal November 2009, pengguna Facebook asal Indonesia mencapai angka 11.759.980. Jumlah ini menempati peringkat ketujuh besar pengguna Facebook di dunia.
Dunia maya memang dunia yang sunyi. Orang beraktivitas di belakang layar komputer, laptop, atau belakangan ini ponsel Blackberry. Sunyi, tetapi punya daya tekan yang luar biasa. Ya, internet adalah dunia sunyi yang bisa menjadi sebuah kekuatan perubahan.
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana seorang Prita Mulyasari, yang menulis protes pelayanan publik RS Omni International di sebuah e-mail yang disebar melalui jejaring sosial Facebook, akhirnya membuat "sibuk" pihak yudikatif. Aparat penegak hukum dinilai sewenang-wenang dan berlebihan menyikapi sebuah kritik seorang ibu (Prita).
Saat kasus Prita mencuat, para netters (sebutan untuk pelaku internet) menggalang dukungan, dan solidaritas itu terbangun dengan cepat. Melalui jejaring sosial Facebook lantas dibuat sebuah grup yang menggalang solidaritas kepedulian pada kasus Prita. Aksi itu akhirnya membentuk opini dan menjadi kelompok penekan yang efektif.
Prita pun bebas dari bui. Dukungan yang dilakukan kelas menengah terhadap sebuah isu --tanpa meminggirkan dukungan masyarakat biasa menunjukkan bahwa di manapun di dunia, kelas menengah merupakan kekuatan moral yang tangguh dan pasti mampu menggerakkan dan memberi warna masyarakat sipil (civil society).
Sejak memasuki era reformasi terjadi daya gerakan kemanusiaan, gerakan antiotoriterisme, gerakan memberdayakan wacana masyarakat sipil yang makin bermoral di mana kepeloporan gerakan tersebut berada di tangan kelas menengah dengan kesadaran yang jujur (etis) dan bukan mencari popularitas yang sifatnya sesaat.
Dukungan terhadap Bibit-Chandra yang kini terus bergulir membuktikan bahwa peranan kelas menengah sebagai penjaga demokrasi dan nilai-nilai moral (custodian of democracy and moral values) dalam masyarakat makin mencuat dan tetap eksis sebagai kekuatan moral. Kekuatan kontrol masyarakat saat ini membawa angin segar dalam wacana demokrasi.
Kekuatan moral (moral force). Kelompok masyarakat kini sudah menjadi satu kekuatan. Meski tidak menjadi organisasi terstruktur, kekuatan nonfisik ini memberi tekanan.
Fenomena Parlemen Online
Ribuan orang turun ke jalan untuk memberikan dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin. Bukan hanya di Bundaran HI Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk ”mengoreksi” langkah tidak bijaksana Kepolisian Republik Indonesia. Mereka turun ke jalan setelah mencium adanya ketidakadilan, adanya ”udang di balik karang” di mana seorang yang bukan siapa-siapa bisa mengatur para pejabat penegak hukum. Ketidakadilan kemudian bukan hanya menimpa Bibit dan Chandra, tetapi juga rakyat kebanyakan.
Hal yang sama juga terjadi pada kasus Prita. Seorang ibu rumah tangga ini harus mendekam di tahanan yang diakibatkan oleh ketidakadilan yang menimpanya. Hukum telah digunakan bukan untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk suatu kepentingan pribadi, institusi, dan mungkin juga untuk kekuasaan. Hukum di tangan penegak yang ambisius dengan segera berubah menjadi ”serigala” yang bisa memangsa apa pun. Hukum tanpa hati nurani dengan telanjang diperlihatkan dalam dua kasus tersebut, dan itulah sebabnya kenapa rakyat kebanyakan marah!
Tetapi kekuasaan yang secara telanjang diperlihatkan seperti itu tidak bisa lagi berjalan sesuai dengan skenario yang disusun sutradara. Para aktor utama, pendukung bahkan figuran ternyata tidak bisa menjalankan skenario secara sempurna. Kenapa ? Karena skenario itu bukan film untuk hiburan, tetapi untuk sesuatu nafsu tertentu, bahkan mungkin nafsu uang atau kekuasaan. Tokoh kunci Ary Muladi misalnya dengan kesadaran mencabut keterangan di BAP pertama. Kenapa ? Muncul kesadaran untuk tidak mau terjebak skenario kebohongan yang terus menerus.
Corgito ego sum. Saya berpikir maka saya ada. Filosofi inilah yang tampaknya melandasi sebagian besar dari logika masyarakat sehingga mereka pun mengkonstruksikan bahwa inilah memang yang disebut sebagai kriminalisasi KPK. Tanpa bisa dibendung lagi, dukungan mengalir begitu deras. Hanya dalam hitungan hari, dukungan dari facebookers melonjak di atas satu juta. Ini baru dihitung dari mereka yang biasa bermain komputer. Bagaimana perasaan jutaan manusia yang berpikir lainnya. Maka, para suporter di Komisi III DPR pun jadi bahan tertawaan.
Gelombang dukungan dari facebookers inilah yang kita sebut sebagai ”Parlemen Online” . Mereka memiliki jaringan karena kekuatan teknologi informasi. Pada kasus Prita, Bibit dan Chandra Hamzah daya tekan mereka luar biasa. Mereka memiliki energi berlebih di dalam sebuah jejaring yang tidak mungkin lagi bisa dibungkam oleh kekuatan kekuasaan mana pun. Jika aparat penegak hukum, politisi dan juga para pemimpin yang suka memamerkan kekuasaan secara telanjang, dengan sekejap mereka akan berhadapan dengan ”kekuatan lain” yang luar biasa.
Ada pepatah China yang mengatakan, ”Seberapa pun kuatnya kamu, tetap ada yang lebih kuat. Penggertak pasti akan dikalahkan oleh penggertak yang lebih besar”. Seberapa pun kekuatan kepolisian menentukan status seseorang, ternyata dikoreksi kekuatan yang lebih besar. Ada unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat, facebookers, Tim 8, dan sebagainya. Dan, pepatah juga mengatakan, ”Seorang Kaisar akan ingat pada jenderalnya yang baik ketika negara dalam bahaya.” Nah, apakah Presiden SBY saat ini sadar bahwa negara dalam bahaya ?

[...]